Paksa Klik Iklan Pada Blogger UNTUK MENUTUP IKLAN

POLITIK DAKWAH DAN DAKWAH POLITIK

03/09/10

                                                 
politik dakwah dan dakwah politik
Pendahuluan

Berbicara masalah pilitik dakwah dan dakwah politik sebenarnya berasal ari kerancuan dalam berfikir tentang apakah dakwah dan politik itu bertentangan atau malah kedua hal itu tidak dapat di pisahkan. Banyak orang berfikir sempet mengenai kedua hal ini, tentang penegertiab yang sama tentag dua hal tersebut. Padahal jika di kaji lebih mendalam kedua hal ini mempunyai hubungan yang sangat erat antara dakwah dengan politik yang menjadi topik dalam makalah ini yang akan membahas istilah dakwah pilitik atau pilitik dakwah.dalam makalah ini penulis akan berusaha mengupas degan seksama masalah dakwah politik atau politik dakwah.

Hakikat Hubungan Dakwah Dan Politik

Dakwah Islam yang telah berlangsung sekian lama ini pada intinya adalah sebuah proses dan upaya tabligh dalam arti menyampaikan kebenaran ajaran agama untuk membangun tatanan kehidupan yang penuh kedamaian dan jauh dari dendam masa lalu serta berusaha menatap ke depan yang lebih baik. Dalam bahasa fikih dakwah, membawa manusia dari jahiliyah menuju ilmiah, dari keadaan terpuruk menjadi penuh kemaslahatan, dan keadaan yang tidak mengindahkan aturan menuju keadaan yang memahami serta menaati peraturan dan begitu seterusnya.

Dalam hal ini jelas kebenaran ajaran Islam bahwa berpolitik bagian dari dakwah dan dakwah merupakan tujuan dari berpolitik. Karena Islam tidak hanya hadir di wilayah kematian, formalitas pertemuan dan wilayah kaku lainnya. Itu semua tidak membutuhkan ijtihad berat untuk mengusungnya. Semua sepakat dan siap melakukan ajaran Islam pada tataran simbolis demikian.

Tetapi, ketika yang diusung adalah ide kesatuan Islam yang terdiri dari persoalan akidah, ibadah, akhlak dan muamalah, baik dalam skala individu, keluarga, dan bermasyarakat serta bernegara tentu wajar jika mengundang polemik dan pertanyaan yang berterusan. Semestinya setiap kita berusaha mengangkat sisi keislaman tersebut dari aspek yang digeluti sehari-hari sehingga kesempurnaan dan komprehensivitas Islam tampak jelas di semua sehi kehidupan.

Makna Politik Menurut Dunia Barat

Dalam sistem sekular, politik lebih didasarkan pada politik Machiavellis yang ditulis dalam buku The Prince. Machiavelli mengajarkan bahwa: (1) kekerasan (violence), brutalitas, dan kekejaman merupakan cara yang diperlukan penguasa; (2) penaklukan total atas musuh-musuh politik dinilai sebagai kebajikan puncak (summum bonum); (3) dalam menjalankan kehidupan politik seseorang harus dapat bermain seperti binatang buas. Karenanya, praktik politik sistem sekular merupakan homo homini lupus; manusia menjadi serigala terhadap manusia yang lain. Slogannya pun adalah, “Kiranya dapat diterima akal bila demi tuntutan profesionalnya, seorang serdadu harus membunuh dan seorang politikus harus menipu” (It is thought that by the necessities of his profession a soldier must kill and politici on lie) .

Makna Politik Dalam Islam

Politik dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyâsah, artinya: mengurusi urusan, melarang, memerintah (Kamus al-Muhîth, dalam kata kunci sâsa). Nabi saw. menggunakan istilah politik (siyâsah) dalam salah satu hadisnya:

«كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمْ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاََ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ»
Bani Israil itu diurusi urusannya oleh para nabi (tasûsu hum al-anbiyâ’). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak khalifah. (HR Muslim).

Jadi, politik artinya adalah mengurusi urusan umat. Berkecimpung dalam dunia politik berarti memperhatikan kondisi kaum Muslim dengan cara menghilangkan kezaliman penguasa dan melenyapkan kejahatan kaum kafir atas mereka. Politik Islam berarti mengurusi urusan masyarakat melalui kekuasaan, melarang dan memerintah, dengan landasan hukum/syariah Islam .

Menurt Hasan Al Banna,yaitu:
“Politik adalah hal memikirkan tentang persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat.” Intermal politik adalah “mengurus persolalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan, dan dikeritik jika mereka melakukan kekeliruan.” Sedang yang dimaksud dengan eksternal politik adalah “memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkannya mencapai tujuan yang akan menempatkan kedudukannya di tengah-tengah bangsa lain, serta membebaskannya dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam urusan-urusannya.”

Peran Politik Dalam Dakwah


Allah telah menetapkan risalah penciptaan manusia, yaitu beribadah kepada-Nya, kemudian menjadikannya khalifah dalam rangka membangun kemakmuran di muka bumi bagi para penghuninya yang terdiri dari manusia dan alam semesta.
Agar risalah ini menjadi abadi dalam sejarah peradaban manusia, Allah SWT ‘merekayasa’ agar dalam kehidupan terjadi hubungan interaksi ‘positif’ dan ‘negatif’ di antara semua makhluk-Nya secara umum, dan di antara manusia secara khusus. Yang dimaksud dengan interaksi positif ialah, adanya hubungan tolong menolong sesama makhluk. Sedangkan interaksi negatif ialah, adanya hubungan perang dan permusuhan sesama makhluk. Allah SWT berfirman:
“…Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai yang dicurahkan atas semesta alam.” Qs. Al Baqarah: 251.

Keabadian risalah tersebut sangat tergantung pada hasil dari setiap interaksi baik yang positif maupun negatif. Jika yang melakukan tolong menolong adalah orang-orang saleh, yang pada gilirannya mereka saling menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan; dan jika berada dalam peperangan, dimenangkan pula oleh orang-orang saleh itu, maka pasti yang akan terjadi adalah keabadian risalah.
Tapi jika yang melakukan tolong menolong adalah orang-orang buruk yang bersepakat melaksanakan kejahatan dan permusuhan, dan selanjutnya mereka pula yang memenangkan peperangan, maka pasti yang akan terjadi adalah kehancuran. Disinilah letak politik berperan dalam dakwah. Dakwah mengajak pada kebaikan, melaksanakan risalah penciptaan manusia, menyeru kepada yang makruf dan mencegah semua bentuk kemungkaran, sementara politik berperan memberikan motivasi, perlindungan, pengamanan, fasilitas, dan pengayoman untuk terealisasinya risalah tersebut.

Hubungan Tak Terpisahkan Antara Dakwah Dan Politik

Persinggungan bahkan pergesekan antara dakwah dan politik terjadi ketika secara institusional dakwah dan politik diimpitkan atau dicoba untuk disatukan. misalnya partai politik yang merangkap sebagai lembaga dakwah. Modus politik seperti semacam ini bukan saja melahirkan ambiguitas status pada institusi partai politik bersangkutan, tetapi juga menciptakan gesekan dan konflik dengan ormas islam yang sejak awal memilih jalur dakwah, bukan politik praktis.
di sini politik dan dakwah tampak merupakan dunia yang tidak sama, baik dalam prinsip, nilai, maupun metode. karena itu hubungannya akan menghasilkan pola dan kesimpulan yang berbeda, tergantung pada menempatkannya dan memfungsikannya, apakah dakwah dalam politik atau politik dalam dakwah.
Jika dakwah diletakkan dalam politik, dakwah menjadi instrument dan sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan politik partai yang bersangkutan. Dakwah merupakan subordinat dari kepentingan politik, karenanya rawan untuk disalahgunakan. Dalam politik, mustahil sebuah partai tidak memiliki kepentingan politik untuk berkuasa. Karena itu, dakwah dari parpol bertujuan untuk kepentingan politik, seperti untuk merebut kekuasaan atau merpertahankannya.
Tidak jarang gesekan dengan ormas islam terjadi karena dakwah parpol menjadi ekspansi ke dalam organisasi dan kehidupan jamaah ormas islam, seperti melalui pengajian dan pengurusan masjid. Begitu juga ketika terjadi bencana alam, bantuan dan sumbangan yang dikelola oleh parpol berjubah dakwah itu biasa diberikan dengan dengan syarat punya kartu /menjadi anggota partai. Kerap bantuan dari pihak lain diklaim atau diberi stempel partai islam bersangkutan.
Padahal, seperti yang ditegaskan oleh alm. Mohammad Natsir, dakwah dan akhlaqul karimah adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan antara satu sama lain. Politik bukan sekedar pertarungan mencari atau meraih kekuasaan atau mengutip C. Calhoun ,”the ways in which people gain, use, and lose power”. Politik juga berkaitan dengan proses dan sistem yang berlangsung untuk menghasilkan kebijakan pemerintah dan keputusan legislatif yang berpihak pada kepentingan rakyat dan kedaulatan Negara dan bangsa.

kebijakan dan sikap berpolitik yang berbeda ragamnya dengan parpol dakwah merupakan suatu ikhtiar dalam mengapresiasi dakwah dan politik secara proporsional. dengan penempatan yang layak ini, hubungan antara dakwah dan politik bisa dipahami dalam dua hal, yakni:

1. Mengembalikan makna dakwah pada substansi nilai dan prinsipnya sebagaimana digariskan oleh Allah (QS Al Imron:104 dan 110; An-Nahl: 125; Fushilat:33)
2. Dakwah harus dilakukan dalam seluruh aspek kehidupan manusia. Misalnya, setiap politisi muslim yang bergelut dalam dunia politik berkewajiban melaksanakan dakwah, tetapi bukan dakwah untuk kepentingan politik. Dalam hal ini menjadi contoh dan teladan di dunia politik sehingga nilai-nilai kejujuran, keberpihakan kepada rakyat, kesederhanaan, keluhuran dan kemuliaan bisa mewarnai perilaku politisi dan penyelenggara pemerintahan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Politik dakwah yang tepat dan pantas adalah bukan politisasi dakwah, karena makna dakwah sudah sangat jelas terkandung dalam Al Quran.

Politik Dakwah Dan Dakwah Politik

Antara dakwah dan politik terdapat daerah yang saling bersinggungan, di samping banyak perbedaan. Aktivitas dakwah sering berbau politik, demikian pula sebaliknya. Jika kurang jeli, sulit membedakannya. Politik oleh sebagian kalangan diartikan sebagai kemahiran untuk menghimpun kekuatan, meningkatkan kualitas dan kuantitasnya, mengawasi dan mengendalikan, dan menggunakannya untuk mencapai tujuan kekuasaan dalam negara dan lembaga-lembaga lainnya. Dari pengertian di atas telah nampak jelas bahwa orientasi politik adalah kekuasaan.

Adapun dakwah adalah seruan kepada segenap manusia untuk mengikuti jalan Allah lewat amar ma'ruf nahi munkar. Operasionalnya bisa menggunakan berbagai media, termasuk kekuasaan. Orientasi dakwah sangat nyata, yaitu sampainya pesan-pesan agama kepada semua manusia. Kekuasaan bisa saja menjadi alatnya, tapi sekali-kali, kekuasaan bukan merupakan tujuan dakwah.
Istilah politik dan dakwah islam terasa eleh sebagian orang adalah diua hal yang sangat kontras. Dakwah adalah gerakan yang bernafaskan islam yang mengajak manusia untuk amar maruf nahi munkar, sedangkan politik dari sebagian orang berpendapat tentang kekuasaan.

Namun oleh sebagian orang memandang lain contoh M Natsir. Belia adalah tokoh dakwah di era Sukarno. Dalam dakwahnya beliau mengambil idiologi islam dengan istilah Modernitas Politik Islam yang mengandung arti sebagai sikap dan pandangan yang berusaha untuk menerapkan ajaran dan nilai nilai kerohanian sosial dan politik islam yang terkandung di dalam Al Quran dan sunnah Nabi dan menyesuaikannya dengan perkembangan perkembangan mutakhir dalam sejarah peradaban umat islam.dalam term politik seperti ini maka M Natsir mewajibkan setiap umat islam untuk berpolitik sebagai media dakwah.

Sebagai konsekuen logis dari pernyataan ini, maka M Natsir telah membuktikan dirinya berjuang sebagai pimpinan partai politik islam yaitu Masyumi. Dalam gerakan dakwahnya M Natsir mempunyai kesesuain yang cukup dekat dengan gerakan dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw dalam kapasitasnya sebagai kepala agama dan kepala negara. Pada periode Madinah, menggunakan kekuatan dakwah dan politik sebagai upaya untuk Amar Maruf Nahi Munkar. Pada periode madinah Rasullulah telah melaksanakan dakwah dengan politik maupun dengan dakwah murni. Hal serupa juga di lakukan oleh M Natsir, sebagai perdana menteri RI dan ketua umum Partai Masyumi, telah mengunakan kekuatan politik untuk berdakwah Amar Maruf Nahi Munkar. Di sini hubungan kekuasaan dengan dakwah akan sangat membantu mempercepat tercapainya tujuan dakwah, hal seperti inilah yang di rasakan oleh umat islam, baik pada zaman Rasullulah sahabat maupun pada masa kejayaan islam di Indonesia hal ini membuktikan bahwa berdakwah tanpa kekuatan dan kemauan politik (kekuasaan) akan terasa sulit bagi penyebaran dakwah islam, karena dakwah islam seperti ini sudah pasti berhadapan dengan kekuatan politik di luar Islam sebagai penentangnya seperti pernah di alami oleh Nabi Muhammad ketika berdakwah di Mekah dalam lingkungan kaum Qurais. Demikian juga yang di alami Dai di Indonesia pada waktu itu yang berada dalam tekanan kaum penjajah.

Menurut Harun Nasution hubungan kekuasaan dan dakwah cukup jelas. Pada periode mekah, muhammadsaw sulit mengembangkan dakwah, karena di mekah terdapat kekuasan dari kaum Quraisy yang kuat yang menentangnya. Di madinah kekuasaan seperti itu tidak ada, bahkan kemudian tampak kekuasaan di madinah di pegang oleh nabi muhammad saw. Dengan kekuasaannya yang ada di tangannya ia lebih mudah menyebarluaskan ajaran agama islam .

Hasan Al Banna adalah salah satu tokoh islam yang tak terlepas dari politik dan dakwah yaitu dalam organisasi bentukanya yang beranama ikhwanul muslimin. Adalah dakwah politik, dan salah satu aspek dalam pemerintahan yang di soroti adalah perbaikan undang undang yang sesuai dengan syariat islam dalam setiap cabangnya .
Karena politik adalah alat dakwah, maka aturan permainan yang mesti di taati juga harus pararel dengan aturan permainan dakwah. Misalnya tidak boleh menyesatkan, tidak boleh menjungkir balikan kebenaran dan mengelabihi masyaarakat. Selain itu keterbukaan, kejujuran, rasa tanggung jawab, serta keberanian menyatakan yang benar sebagai benar dan yang bathil sebagai bathil harus menjadi ciri politik yang berfungsi sebagai dakwah. Politik yang memiliki ciri-ciri seperti itu niscaya fungsional terhadap tujuan dakwah. Sebaliknya,bila aturan permainanyang digunakan dlam politik tidak sejalan dengan aturan permainan dalam dakwah secara umumnya maka mudah di perkirakan bahwa politik semacam itu akan disfungsional terhadap dakwah.
Politik yang di jalankan oleh seorang muslim, sekaligus yang berfungsi sebagai alat dakwah, sudah tentu bukan politik sekular, melainkan politik yang memang berkomitmenkepada allah. Politik yang dilakukan semacam ini bukan bertujuan untuk kekuasaan atau suatu kepentingan semata. Semua itu hanya menjadi sarana dan parasarana untuk mencapai tujuan sesungguhnya yaitu pengabdian kepada allah .

Praktik Politik Dalam Gerakan Dakwah Nabi Muhammad Saw

Hubungan agama dengan politik terus menjadi perbincangan yang tak bosan dibahas. Ada yang menyatakan bahwa dakwah Rasulullah saw. hanyalah merupakan gerakan keagamaan yang bersifat ritual, spiritual dan moral belaka. Namun, realitas menunjukkan bahwa dakwah Nabi saw. juga merupakan dakwah yang bersifat politik. Siapapun yang menelaah sirah Nabi saw. baik yang ada dalam as-Sunnah maupun al-Quran akan menyimpulkan, bahwa dakwah yang dilakukan oleh Beliau dan para Sahabat, selain bersifat ritual, spiritual dan moral, juga merupakan dakwah yang bersifat politik. Di antara hal-hal yang menunjukkan hal tersebut adalah:

D akwah Nabi saw. menyerukan pengurusan masyarakat (ri‘âyah syu’ûn al-ummah). Ayat-ayat Makiyyah banyak mengajari akidah seperti takdir, hidayah dan dhalâlah (kesesatan), rezeki, tawakal kepada Allah, dll. Ratusan ayat berbicara tentang Hari Kiamat (kebangkitan manusia dari kubur, pengumpulan manusia di padang mahsyar, pahala dan dosa, surga dan neraka, dll); tentang pengaturan terkait akhirat seperti nasihat dan bimbingan, membangkitkan rasa takut terhadap azab Allah, serta memberikan semangat untuk terus beramal demi menggapai ridla-Nya.
Selain itu, ratusan ayat al-Quran dan hadits di Makkah dan Madinah diturunkan kepada Nabi tentang pengaturan masyarakat di dunia. Misal: jual-beli, sewa-menyewa, wasiat, waris, nikah dan talak, taat pada ulil amri, mengoreksi penguasa sebagai seutama-utama jihad, makanan dan minuman, pencurian, hibah dan hadiah kepada penguasa, pembunuhan, pidana, hijrah, jihad, dll. Semua ini menegaskan bahwa apa yang didakwahkan Nabi saw. bukan hanya persoalan ritual, spiritual dan moral. Dakwah Nabi saw. berisi juga tentang hal-hal pengurusan masyarakat. Artinya, dilihat dari isinya dakwah Rasulullah saw. juga bersifat politik.

Rasulullah melakukan pergulatan pemikiran. Pemikiran dan pemahaman batil masyarakat Arab kala itu dikritisi. Terjadilah pergulatan pemikiran. Akhirnya, pemikiran dan pemahaman Islam dapat menggantikan pemikiran dan pemahaman lama. Konsekuensinya, hukum-hukum yang diterapkan di masyarakat pun berubah.

Rasulullah saw. dengan al-Quran menyerang kekufuran, syirik, kepercayaan terhadap berhala, ketidakpercayaan akan Hari Kebangkitan, anggapan Nabi Isa as. sebagai anak Tuhan, dll. Hikmah, nasihat, dan debat secara baik terus dilakukan oleh Nabi saw. Al-Quran mengabadikan hal ini:
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Serulah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (argumentasi yang kuat) dan nasihat yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah Yang mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia pula yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS an-Nahl [16]:125).
Jelas, ini merupakan aktivitas politik karena merupakan aktivitas ri‘âyah syu’ûn al-ummah, mengurusi urusan rakyat.

setelah berhijrah dari Makkah ke Madinah, Beliau mendirikan institusi politik berupa negara Madinah. Beliau langsung mengurusi urusan masyarakat. Misal: dalam bidang pendidikan Beliau menetapkan tebusan tawanan Perang Badar dengan mengajari baca-tulis kepada sepuluh orang kaum Muslim pertawanan. Dalam masalah pekerjaan Nabi saw. mengeluarkan kebijakan dengan memberi modal dan menyediakan lapangan pekerjaan berupa pencarian kayu bakar untuk dijual (HR Muslim dan Ahmad). Nabi saw. pernah menetapkan kebijakan tentang lebar jalan selebar tujuh hasta (HR al-Bukhari). Beliau juga mengeluarkan kebijakan tentang pembagian saluran air bagi pertanian (HR al-Bukhari dan Muslim). Begitulah, Nabi saw. sebagai kepala pemerintahan telah memberikan arahan dalam mengurusi masalah rakyat.
Secara langsung, Rasulullah saw. menunjuk Ali bin Abi Thalib sebagai penulis (kâtib) setiap perjanjian dan kesepakatan, Harits bin Auf sebagai pemegang stempel kepala negara (berupa cincin) Nabi saw., Muaiqib bin Abi Fatimah sebagai pendata rampasan perang (ghanîmah), Hudzaifah bin Yaman sebagai kepala pusat statistik hasil buah-buahan di Yaman, dll.

Berdasarkan perilaku dakwah Nabi saw. dan para Sahabatnya di atas, jelaslah, dakwah Beliau tidak sekadar mencakup ritual, spiritual dan moral. Dakwah Beliau juga bersifat politik, yakni mengurusi urusan umat dengan syariah. Karenanya, dakwah Islam haruslah diarahkan seperti yang dilakukan Beliau. Politik tidak dapat dan tidak boleh dipisahkan dari Islam. Tentu, sekali lagi, politik yang dimaksud bukanlah politik Machiavellis atau sekular .

kesimpulan
Dengan membaca teks teks dari para pakar di atas dapat di ambil kesimpulan bahwasanya dakwah dan pilitik adalah dua hal yang bisa saling memberikan simbiosis mutualisme, yang kemudian makna dari keduanya melebur dalam istilah dakwah politik atau politik dakwah. Karena dengan menggunakan kekuatan politik maka tujuan dakwah akan lebih cepat terealisasi, dan dengan politik itu sendiri di masukan dalam dakwah maka dengan sendirinya islam telah memberikan bagaimana cara berpolitik yang benar yang tidak mengganggu kepentinganorang lain, tidak memfitnah dan tidak pula menjatuhkan lawan, yang mana makna politik dalam pandangan islam sangat bertentangan dengan makna politik dari barat yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.
Dengan dua pandangan politik di atas yang sangat kontras maka islam dapat menunjukan Rahmatan Lil Alamin nya kepada dunia, dan dengan penggabungan antara dakwah dan politik maka tujuan dakwah akan cepat terealisasi seperti yang nabi peroleh ketika berdakwah di Madinah yang mana berbeda manakala nabi berdakwah di mekah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Munir Mulkhan, Ideologisasi Gerakan Dakwah Episod Kehidupan M Natsir Dan Azhar Basyir,(Yogyakarta:Sipress,1996).Hlm 192

Nasutio, Harun,Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya,Cet. V,Jilidi(Jakarta:UI

Pers.1985),Hlm.56

Hasan Al Banna,Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin,(Solo:Intermedia.2005),Hlm 118

Luth, Thohir, M Natsir Dakwah Dan Pemikirannya,(Jakarta:Gema Insani.1999).Hlm 85-89

Http://Muslimahrevolt.Multiply.Com/Journal/Item/18

Http://Www.Nadwahunsri.Org/Index.Php?Option=Com_Content&View=Article&Id=95:Menjadi-Politisi-Dakwah-&Catid=20:Al-Hikmah&Itemid=36
Http://Chemisccian.Wordpres.Com/2009/03/07/Politisasi-Dakwah/

print this page Print halaman ini



0 comments