SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLOGI ISLAM
(Latar Belakang, Rumusan Istilah, Fase Perkembangan)
oleh desnas artanti
A. Latar Belakang Psikologi Islam
Latar belakang berdirinya psikologi Islam dibagi menjadi dua arus yaitu:
1. Arus Kebangkitan Islam
Awal abad 15 H semangat umat Islam kembali kepada ajarannya sangat tinggi. Sebagaimana ditunjukan dalam sejarah, Islam adalah ajaran yang unggul dan tidak terungguli oleh yang lain (Al-Islamu ya’lu wa la yu’ala alayhi).
Semangat kebangkitan Islam menyebar dan menguat pada ilmuwan muslim. Keingingan mereka untuk menggali Al-Qur’an dan sunah nabi sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Salah satu tema yang banyak didiskusikan adalah Islamisasi ilmu. Tokoh utamanya seperti Ismail Raji Al-Faruqi Syed Mhammad Naquib Al-Attas, Sayed Husein Nasr.
Menurut Ismail Al-Maruqi mengatakan bahwa kecenderungan umat Islam menurutnya begitu saja budaya barat menjadikan umat tercabur dari budaya dan ideologinya sendiri.
Karena umat Islam pada masa itu lebih banyak menggunakan sistem perdaban dan ilmu pengetahuan barat sebagai dasar pemikiran dan tingkah lakunya. Sehingga terjadi dualisme di satu sisi secara ritual melakukan praktik Islam, namun disisi lain menggunakan sistem ilmiah barat sebagai pola pemikiran dan pola kerjanya. Apabila hal ini berlangsung terus menerus dikhawatirkan berkembang kepribadian ganda pada diri umat Islam bahkan terjadi kepribadian terpecah akibatnya tidak terwujud rahmat bagi alam semesta.
Al-Faruqi mengungkapkan seharusnya umat Islam menyadarkan pikiran. Pijakan dasarnya adalah tauhid. Ciri utama pengetahuan Islam adalah tauhid sebagai pondasinya.
Sejak itu perkembangan Islamisasi disiplin mulai bermunculan seperti Antropologi Islami dipelopori Merril Wynn Davies dan Akbar S Ahmad Ekonomi Islam dipelopori oleh Muhammad Anwar dan Muhammad Najatullah Siddiqi, psikologi Islami digerakan oleh Malik bin Badro Muhammad Usman Najati, Muhammad Mahmud, Mahmud Hasan Muhammad Al-Syarqawi, Hanna Jumhana, Bastaman Djamaludin, Jamludin Ancok, Fuad Nashori Suroso dan sebagainya.
2. Kritisisme Ilmu Pengetahuan Modern
Karena ilmu pengetahuan berkembang dan paradigma ilmu pengetahuan yang lama, tak akan mampu menjalankan perannya untuk menjelaskan fakta-fakta baru dalam kehidupan akan tergeser oleh ilmu pengetahuan yang lebih mampu menjalankan peran tersebut.
Seperti ilmu pengetahuan barat yang hanya mampu memahami sebatas indra manusia, seringkali mengalami kegagalan dalam memahami realitas non indrawi.
Contohnya menurut Erick Fromm tentang lansia yang bunuh diri yang berawal dari kesempitan ilmu pengetahuan dalam memahami manusia, khususnya lansia hanya dideskripsikan sebagai makhluk yang terdiri dari dimensi fisik, makan, minum, perhatian dari psiklolog, tetapi kebutuhan spiritualnya tidak dideskripsikan akhirnya banyak lansia yang bunuh diri.
Dan pandangan-pandangan yang dilakukan oleh ilmu pengetahuan barat misal rasionalisme menurut Pritjof Schouan, Sigmurd Freud dengan psikoanalisnya Abraham H Maslow dengan Humanistiknya.
Oleh karena itu, adanya inspirasi kebangkitan Islam mendorong ilmuwan muslim untuk melahirkan ilmu pengetahuan yang didasarkan kepada ajaran Islam. Salah satunya dengan lahirnya psikologi Islam.
B. Sejarah Psikologi Islam
Pada jaman Nabi SAW wacana psikologi Islam masih berupa prinsip-prinsip dasar (Mabadi) yang terakumulasi dalam wahyu (Divine Relation) yang kebenarannya permanen berupa Al-Qur’an dan As-Sunah, meskipun belum menyentuh masalah teknik operasional, namun segala macam persoalan psikologis telah tuntas dijawab Nabi SAW.
Pada khalifah Abbasiyah atau masa keemasan Islam, para Psikolog-Salafi dan Psikolog-Falsafi banyak menyumbangkan konsep Spekulatif-Filosofis mengenai Psikologi, seperti konsep tentang jiwa, baik potensi, perkembangan penyakit maupun terapinya.
Selain menggali sumber jiwa dari Nash, mereka juga melakukan perenungan (Ta’amul) secara sistematis, Radikal dan Universal bahkan ada yang melakukan pendekatan Empiris. Hal itu dilakukan bahwa perkembangan psikologi Spekulatif dari Persia dan Yunani telah mewarnai pikiran manusia.
Pendekatan filosofis dalam mengkaji nash mengenai persoalan psikologis juga dilakukan. Sehingga pada masa itu dunia Islam telah menyumbang konsep-konsep psikologi yang berarti.
Pada abad XVI, pemikiran Islam mulai mengalami kemunduran, dan hal tersebut diambil alih oleh dunia Barat, misalnya dilakukan Avveroisme, perkembangannya melaju dengan cepat sehingga pada pertengahan abad XVII muncul corak studi yang bersifat empiris yang didakwahkan sebagai psikologi modern.
Meskipun banyak teori mereka yang bermanfaat, namun disisi lain mereka bertentangan dengan konsepsi dasar Islam. Karena itu psikolog Islam mulai bangkit lagi dengan gerakan Islamisasi Psikologi, untuk mensucikan dan mengembalikan kejayaan psikologi.
Upaya yang dilakukan bukan sekedar mengungkapkan konsep-konsep Spekulatif Psikologi, melainkan melalui pendekatan Empiris-Eksperimental.
Teori psikologi Islam lambat laun bermunculan kembali hingga tahun 1978 di Universitas Riyadl, Arab Saudi berlangsung Simposium internasional tentang psikologi dan Islam (International Symposium On Psyhhology and Islam) setahun sesudahnya 1979, di Inggris terbit buku kecil yang sangat monumental di dunia muslim yaitu The Dillema Of Muslim Psyhologist yang ditulis oleh Malik Badri. Dari pertemuan ilmiah internasional dan penerbitan buku ini memberikan inspirasi lahir dan berkembangnya wacana psikologi Islam.
C. Perkembangan Psikologi Islam di Indonesia
Psikologi Islam di Indonesia mulai berkembang tahun 1994 pada tahun ini pula terbit sebuah buku karangan Jamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso. Yang berjudul psikologi Islam, solusi Islam atas problem-problem psikologi, diterbitkan bersamaan dengan berlangsungnya simposium nasional psikologi Islami I di Universitas Muhammadiyah Surakarta, buku tersebut dinilai sebagai kebangkitan psikologi Islam di Indonesia.
D. Rumusan Istilah Psikologi Islam
1. Psikologi Sufi
Psikologi sufi atau dikenal dengan psikologi tasawuf dikenalkan oleh para filosofi Islam seperti Al-Kindi (796-873), Ibnu Rusyd (1126-1198) dan Al-Ghazali.
Istilah tasawuf menurut Al-Kalabadzi adalah
a. Shafa kejernihan perilaku Kalbu khusus untuk Allah.
b. Al-Shaf Al- artinya para sufi selalu dalam barisan pertama dalam barisan beribadah kepada Allah.
c. Ahlu Al-Shufa yaitu sekelompok Nabi yang hidupnya mengabdi dan mensucikan diri kepada Allah.
Dalam pendekatan sufistik lebih mengutamakan aspek persoalan, sehingga sulit dideskripsikan secara ilmiah. Bersifat subyektif artinya walaupun menggunakan metode yang sama belum tentu memperoleh kondisi psikologi yang sama, karena dipengaruhi oleh banyak faktor yang komplek seperti pengalaman dan hidayah Allah SWT.
Jadi sebenarnya tidak ada percampurbauran antara psikologi dan agama atau pereduksinya fenomena keagamaan menjadi semata-mata proses psikologi.
2. Psikologi Nafsiologi
Nafsiologi di ambil dari salah satu pokok dalam Al-Quran yaitu Nafs yang berarti dari abu jiwa merupakan aspek psikopisik pada diri manusis.
Al-Nafs merupakan gabungan antara substansi rohani. Menurut sekelompok nafsiologi penggunaan term Al-Nafs dalam tatanan ilmiah tidak bertentangan dengan doktrin Islam. Sebab tidak ada satupun nash yang melarang untuk membahasnya.
Psikologi ini diperkenalkan oleh Sukanto Mulyamartoro dalam bukunya “Nafsiologi Suatu Pendekatan Alternatif atas Psikolog (1986) dan disempurnakan oleh A. Dardiri Hasyim dengan judul ”Nafsiologi sebagai Kafan Analistik (1995).
Pendekatan psikologi nafs menggunakan pendekatan idealistik artinya mampu memproyeksikan bentuk se-Islami mungkin, dibangun atas pemikiran optimistik karena digali dari sumber/khasanah Islam.
Namun psikolog muslim belum mampu mengaplikasikan metodologinya sebaik mungkin, dikhawatirkan mengalami keterlambatan bahkan kegagalan.
Juga sifatnya yang meta empirik dan spekulatif maka konsep dan teorinya sulit di praktekan secara empiris
3. Psikologi Islami
Yaitu bangunan psikologi yang bersifat Islami yang didasarkan atas konsep-konsep atau teori psikologi barat kontemporer yang kemudian di-Islamisasikan.
Hasil Islamisasi psikologi sekuler kemudian dimasukan ke dalam Khazanah Islam, sehingga menjadi wacana Islam.
Namun penggunaan istilah “Islami” disebabkan ketidakpercayan bahwa apa yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan Islam atau tidak, karena kerangkanya beranjak dari khazanah lain.
4. Psikologi Islam
Yaitu bangunan psikologi Islam yang didasarkan atas nilai-nilai dasar Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits juga pemikiran psikolog muslim melalui Ijtihad.
Penggunaan “Islam” dikedepankan karena bahwa apa yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan nilai-nilai Islami. Metodologinya beranjak dari nilai-nilai dasar Islam.
E. Fase-Fase Perkembangan Psikologi Islam
1. Fase Terpesona
Yaitu adanya kecenderungan para psikolog Islam ialah menyebut teori psikologi modern sebagai psikologi Islami, karena ada beberapa pandangan yang sesuai dengan Islam.
Misalnya psikologi Behaviorisme dianggap Islami karena mengajarkan tentang pengaruh lingkungan terhadap manusia, seperti dalam hadits “Manusia dilahirkan dalam keadaan suci maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudin nasrani atau Majusi” (HR.Bukhari)
Dalam fase ini psikologi Islam belum menemukan bentuknya karena masih terpesona dengan teori psikologi barat.
2. Fase Kritik
Pada fase ini muncul pemikiran kritis dalam sunia muslim terhadap teori psikologi modern. Misalnya pada pandangan Freud mengenai manusia yang selalu berorientasi pada kenikmatan dan menuntut kenikmatan jadi menurutnya buruk, liar dan kejam.
Tetapi menurut Islam teori ini menyimpang karena Islam berpandangan bahwa secara alami adalah homo-religiousus-sentris, makhluk yang kesadarannya berfokus pada kehadiran Tuhan.
Fase kedua ini juga, psikologi Islam digambarkan sebagai telaah dalam perspektif Islam atas psikologi Barat
3. Fase Perumusan
Pada tahap ini adalah tahap perumusan bagaimana pandangan Islam tentang manusia. Salah satunya dengan melakukan rekotruksi teori, misalnya tentsng perilaku jiwa dan perilaku manusia memakai sumber, Al-Qur’an dan As-Sunah menggali khasanah pemikiran muslim klasik maupun modern. Juga mensintensiskan pandangan pandangan psikologis barat modern dengan konsep Islam tentang manusia.
4. Fase Penelitian
Pada fase ini teori yang dibangu oleh ilmuwan muslim, mulai diuji kehandalannya. Orang yang rajin shalat akan terhindar dari perbuatan jahat. Oleh karena itu dilakukan penelitian terhadap orang yang rajin sholat dan tidak.
Apabila penelitian mengungkapkan bahwa kerajinan melakukan sholat memiliki hubungan yang negatif dengan pengambilan resiko suka melakukan perbuatan jahat, maka teori di atas secara ilmuah dapat diakui kebenarannya.
Metode yang digunakan dalam menguji dan menghasilkan teori dapat dilakukan dengan cara rasionisasi dan Interpretasi kitab suci hingga observasi dan eksperimentasi.
Penelitian juga dapat dilakukan dengam metode kualitatif maupun kuantitatif seperti metode kaji-tindak (action research) metode pemahaman dan sebagainya.
5. Fase Penerapan
Ditandai mulai berkembangnya konsep psikologi Islam dalam kehidupan manusia untuk memecahkan problema yang berkembang dalam kehidupan masyarakat.
Ada tiga hal pendekatan yang dapat dilakukan.
a. Dengan menerapkan teori atau konsep dan hasil penelitian dalam praktek kehidupan. Misalnya peningkatan dzikir dan ibadah lain. Secara intensif dapat menumbuhkan sifat baru dalam individu, misalnya sabar, sukur.
b. Dengan Menggunakan Tradisi Islam. Mengadakan penelitian terhadap aktivitas penelitian yang dilakukab oleh lembaga/perorangan yang berakar pada tradisi Islam. Contoh melakukan penelitian pada pondok pesantren yang menerapkan pendekatan dzikir untuk menangani masalah kejiwaan.
Dengan melakukan penelitian tersebut didapatkan peneguhan ilmiah terhadap praktek tersebut dan akan menjadi sumbangan penting bagi pengembangan psikologi Islami.
c. Dengan menggunakan teknik dari khasanah psikologi barat yang diberi nuansa Islam. Misalnya ketika memberi motivasi dimasukan pandangan Islam tentang etos kerja, sehingga yang muncul lebih bernuansa religius.
F. Analisa Perbandingan Antara Psikologi Islam dengan Psikologi Barat.
No Psikologi Islam Psikologi Barat
1 Telah ada sejak jaman Nabi, walaupun wacana psikologi Islam masih berupa prinsip dasar belum menjadi sebuah disiplin ilmu Mulai abad XIX
2 Wacana psikologisnya bernuansa teoritis (Ilahiyyah) Spekulatif-Aksiomatik diturunkan dari wahyu, deduktif dan subyektif Wacana Psikologisnya, tidak ada nilai agama, bersifat Antropentis (Insaniyah) Empiris, Induktif dan Obyektif
3 Mengungkap Qur’aniyah atau Dinullah Mengungkap masalah Kauniyah
KESIMPULAN
Sejarah psikologi Islam ternyata telah dimulai sejak jaman Rasulullah SAW walaupun masih berupa prinsip dasar, kemudian dilanjutkan oleh para Filosof, namun ketika pemikiran Islam mengalami kemunduran, hal itu diambil alih oleh pemikir Barat.
Namun psikologi modern yang diajarkan oleh dunia barat banyak menyimpang dari ajarab Islam. oleh karena itu pemikir Islam mulai bangkit kembali. Pemikir muslim mulai merumuskan beberapa metodologinya dan juga mengkritisi pengetahuan barat.
Perkembangan juga melalu beberapa Fase, namun Fase perumusan merupakan Fase terlama karena para psikolog muslim terpuruk dalam Fase terpesona dan Fase Kritik, karena dominannya sikap meyakini kebenaran teori psikologi barat sebagai ilmu pengetahuan universal.
Pada fase kritik psikolog Islam mulai menguatkan keraguannya tterhadap kebenaran teori psikologi barat modern dan munculnya pandangan akan rekativitas teori psikologi modern.
Rumusan psikologi Islam pun beberapa kali mengalami penggantian, dimulai dengan psikologi sufi, yang diambil dari tasawuf, namun hal ini mempunyai kelamahan, karena lebih mengutamakan aspek perasaan sehingga sulit untuk dideskripsikan secara ilmiyah.
Kemudian menjadi psikologi nafsani yang dikenalkan oleh Sukanto Mulyomartono tahun 1986, psikologi ini merupakan gabungan dari substansi jasmani dan rohani. Psikologi ini juga mempunyai kelemahan karena para psikolog muslim belum mampu mengaplikasikannya metodologinya sebaik mungkin, dikhawatirkan mengalami kegagalan, juga sifatnya yang meta empirik dan spekulatif, maka konsep dan teorinya sulit dipraktekan secara empiris.
Psikologi Islami sudah merupakan psikologi yang bersifat Islami namun masih menggunakan konsep psikologi barat.penggunaan “Islami” mengundang ketidakpercayaan apakah benar-benar Islam atau tidak.
Hingga menjadi psikologi Islami dihilangkan huruf “I” maksudnya bahwa apa yang dihasilkan juga merupakan benar-benar sesuai nilai Islam.
REFERENSI
Mudzakir Jusuf dan Abdul Mujib, Nuansa-Nuansa Psikolog Islam, Raja Grafindo, Jakarta, 2001.
Nashori Fuad, Agenda Psikologi Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002.
Chaplin, JP (Penerjemah Kartini Kartono) Kamus Psikologi, Raja Grafindo, Jakarta, 2006.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments
Posting Komentar