Paksa Klik Iklan Pada Blogger UNTUK MENUTUP IKLAN

12/11/10

                                      MAKALAH  RIBA DALAM PERSEPEKTIF ISLAM

PENDAHULUAN

Sejak  1960-an pengharmaan riba (bunga atau rente) telah menjadi salah satu isu yang paling banyak didiskusikan di kalangan muslim.  Ini adalah konsekuensi dari baik persepsi bahwa bunga bank adalah riba, maupun karena sifat dominan dari bunga dalam sistem  perbankan saat ini.  Dua pandangan  utama mengenai riba, banyak muslim yang percaya bahwa  interpretasi riba seperti yuang terdapat dala fiqh (hukum Islam) adalah interpretasi yang tepat dan karenanya harus diikuti. Interpretasi ini mengandaikan  bahwa setiap tambaha  yang ditetapkan  dalam suatu transaksi pinjaman melebihi dan di atas pinjaman  pokok adalah riba. Kelompok kedua ini  mengatakan bahwa  interpretasi riba dalam literatur fiqh tidak memadi dan tdiak mempertimbangkan tujuan moral dari pengharaman  riba seperti yang dijelaskan dalam atau dipahami dari Al-Qur'an dan Sunnah.  Pengecaman dna pengharaman  final atas riba dalam  Al-Qur'an didahului oleh pelarangan sejumlah bentuk perilaku lain yang secara moral tidak dapat diterima  terhadap orang-orang yang secara sosial secara moral tidak dapat diterima  terhadap orang-orang yang secara sosial dan ekonomi tak beruntung di lingkungan masyarakat Mekah.
Dari problematika tersebut saya akan  mencoba membuat makalah dengan tema riba yang akan dipresentasikan.

PEMBAHASAN


QS. Al Baqarah  ayat 275
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

A.    Tafsir Al –Misbah
Ayat-ayat ini berbicara tentang nafkah atau sedekah dalam berbagai aspeknya.  Dalam anjuran bernafkah, tersirat anjuran untuk bekerja dan meraih apa yang dapat dinafkahkan, karena bagaimana  mungkin dapat memberi, kalau anda tidak  memiliki.  Nah, ada cara perolehan harta  yang dilarang oleh ayat ini, yaitu yang bertolak belakang degan sedekah, cara tersebut adalah riba.  Sedekah adalah pemberian tulus dari yang mampu kepada yang butuh tanpa  mengharap  imbalan dari mereka  Riba adalah  mengambil kelebihan  di atas modal dari yang butuh dengan  mengeksploitasi kebutuhannya.  Para pemakai riba itulah yang dikecam oleh ayat ini, apalagi praktik ini dikenal luas oleh masyarakat  Arab.  Ayat ini  juga dinilai sebagai ayat hukum terakihir, atau ayat terakhir yang diterima oleh Rasulullah.  Umar ibn Khattab  berkata, bahwa  Rasulullah wafat sebelum  sampai menafsirkan maknanya, yakni secara tuntas.  Orang-orang yang makan, yakni bertransaksi dengan riba, baik dalam bentuk memberi ataupun  mengambil tidak dapat berdiri yakni melakukan  aktifitas, melainkan seperti berdirinya orang yang dibingungkan  oleh setan, sehingga  ia tak tahu arah  disebabkan oleh sentuhan(nya).  Sebenarnya tidak menutup kemungkinan  memahaminya sekarang dalam kehidupan dunia.  Mereka  yang melakukan praktik riba, hidup dalam situasi gelisah, tidak  tentram, selalu bingung dan berada dalam ketidakpastian, disebabkan karena pikiran  merekja yang tertuju kepada materi dan penambahannya. [1]

B.     Tafsir Ibnu Katsir
Sesudah Allah menyebutkan sifat orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan  kewajiban zakat di samping bersedekah kepada fakir miskin, dan selalu membantu  perjuangan di jalan Allah dengan harta dan tenaganya, yang kesemuanya itu semata-mata karena  mengharap ridha Alah, maka dalam  ayat ini Allah menceritakan  sifat orang yang menyalahgunakan kalimat menolong atau membantu, padahal sebenarnya ia mencari keuntungan  bahkan mencekik dan menghisap darah, mereka adalah pemakan riba.  Allah menyatakan bahwa mereka yang memakan riba tidak akan dapat berdiri tegak dalam hidupnya di tengah masyarakat, melainkan  bagaikan orang yang kesurupan setan,  sebab  ia tak akan tenang sesudah ia menghisap darah dan kekayaan dengan cara yang sekejam-kejamnya karena sasaranny selalu orang-orang yang membutuhkan  bantuan dengan  jalan menghutang. [2]
Maknanya : “karena mereka telah menentang hukum Allah dan mengatakan, bahwa jual beli itu sama dengan riba”.  Dalam hal ini mereka mempergunakan  qiyas yang terbalik dan keliru.
عف الله عمّا سلف
Maknanya : “memaafkan apa yang telah lalu”.
Juga disebutkan dalam sabda Nabi SAW,  ketika Fathu Makkah: “Dan setiap riba yang terjadi di masa Jahiliyah  terletak di bawah telapak kakiku, dan yang pertama aku hapus ialah riba yang
ومن عاد
Maknanya : “Dan barangsiapa yang mengulangi perbuatan ribanya sesudah mendapat keterangan ini, maka mereka layak menerima  siksa Allah.  Mereka adalah ahli neraka dan kekal di dalamnya”.
Jabir r.a., menuturkan bahwa ketika ayat 275 ini turun, Nabi saw besabda, “Barang siapa yang tidak menghentikan  (meninggalkan) mukharabah, maka hendaknya diberitahu, bahwa  ia akan berperang dengan Allah dan Rasul-Nya (HR. Abu DAwud dan Hakim).

C.    Analisis
Dari tafsir  Al Misbah dijelaskan bahwa  orang-orang yang makan yakni bertransaksi dengan riba, baik dalam bentuk memberi ataupun mengambil, tidak dapat berdiri, yakni melakukan  aktifitas  melainkan seperti berdirinya melainkan orang yang dibingungkan  oleh setan sehingga ia tak tau arah disebabkan oleh sentuhannya, mereka yang melakukan  praktik riba hidup dalam situasi gelisah, tak tentram, selalu bingung dan berada dalam  ketidakpastain, disebabkan  karena fikiran mereka yang tertuju kepada materi dan penambahannya. Kemajuan  dalam bidang ilmu pengetahuan  dan teknologi sedemikian  pesat, tetapi lihat juga kehidupan  masyarakat, lebih-lebih yang  mempraktekkan  riba, di sana   mereka hidup dalam  kegelisahan, tidak tahu arah bahkan  aktifitas yang tidak rasional mereka lakukan.  Banyak orang lebih-lebih yang melakukan praktik riba, menjadikan hdiupnya hanya untuk mengumpulkan  materi dan saat itu mereka hidup tak mengenal arah.[3]
Sedangkan dari tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa  mereka yang memakan riba tak dapat berdiri tegak dalam  hidupnya di tengah masyarakat, melainkan  bagaikan orang yang kesurupan setan, sebab  ia tak akan tenang sesudah  ia menghisap darah dan kekayaan dengan cara yang sekejam-kejamnya karena sasarannya orang-orang yang membutuhkan  bantuan dengan jalan menghutang, diperkuat dengan hadits  riwayat Ibnu Abbas ra berkata, “pemakan riba  (rentenir) akan dibangkitkan  di hari kiamat bagaikan orang gila  yang tercekik” kelak di hari kiamat akan dikatakan  kepada pemakan riba “angkatlah senjatamu untuk berperang dan urusan riba ini termasuk perkara sulit bagi kebanyakan ahli ilmu, sehingga Umar  bin Khattab  ra berkata ada tiga hal yang aku inginkan, andaikan Rasululah memberi kepada kami pedoman untuk menjadi pegangan yaitu hak waris  nenek (datuk) dan kalahkan  serta beberapa masalah riba dan yang mirip dengan riba atau dapat menyebabkan riba. [4]

D.    Hadits Tentang Riba
وعن أبي سعيد  الخدريّ رضي الله عنه أنّ رسول الله ص.م.  قال : لاتبيعوا الذّهب بالذّهب إلاّ مثلا بمثل، ولا تشفّوا بعضها على بعض، ولا تبيعوا الورق بالورق إلاّ مثلا بمثل، ولا تشفّوا بعضها على بعض ، ولا تبيعوا منها غائبا بنا جز. متّفق عليه

“Dari Abu Said  Al-Khudri Radhiyallohu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda “janganlah menjual emas dengan emas kecuali yang sama sebanding dan jangan menambah  sebagian atas yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali yang sama sebanding dan jangan menambah  sebagian atas yang lain, dan janganlah menjual perak yang tidak tampak denagn yang tampak ada” (Muttafaq Alaih ). [5]

E.     Takhrij Hadits
Hadis ini adalah hadis Shaih, diriwayatkan oleh/perawinya adalah :
-          Rawi 1 Nabi Muhammad SAW
-          Rawi 2 Abu Syangid Al-Khudiri
-          Rawi 3 Nafi
-          Rawi 4 Malik
-          Rawi 5 Yahya bin Yahya
-          Rawi 6 Muslim
F.     Tafsir dari Hadits  Di atas Tentang Riba
Penjelasan Kalimat
“Dari Abu Said  Al-Khudri Radhiyallohu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda “janganlah menjual emas dengan emas kecuali yang sama sebanding dan jangan menambah  (yakni melebihkan) sebagian atas yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali yang sama sebanding dan jangan menambah  sebagian atas yang lain, dan janganlah menjual perak yang tidak tampak denagn yang tampak ada (yakni yang tidak ada barangnya)”

Tafsir Hadits
Hadits tersebut sebagai dalil keharaman jual beli emas dengan  emas dan perak dengan perak secara berbeda (tidak sama), baik ada barangnya atau tidak karena  sabda beliau kecuali yang sama sebanding dikecualikan  dari keumuman  kondisinya, seakan beliau mengatakan, jangan kalian  menjual bagaimanapun kondisinya kecuali dengan yang sebanding,  yakni sama  kadarnya.  Beliau mempertegas  lagi dengan  mengatakan “jangan menambahkan”.  Dari faedah  hadits tersebut sebagian besar ulamal sahabat, tabi’in  dan para fuqaha mengatakan : diharamkan  melebihkan  kadar pada hal-hal yang disebutkan, baik ketika barangnya nampak ataupun tidak nampak.
Ibnu Abbas  dan sekelompok sahabat berpendapat bahwa riba tidak  diharamkan kecuali dengan pembayaran  yang tertunda (nasi’ah) dengan argumentasi hadits shahih.
لا رباإلاّ في النّيئة
“Tidak ada riba kecuali pada hal yang pembayarannya tertunda (nasi’ahi).
Jumhur menjawab, bahwa hal tersebut maksudnya tidak ada riba  yang lebih berat kecuali pada riba nasi’ah, dengan menafikan kesempurnaan bukan meniadakan  pokok riba.  Hadits di atas diambil dari kefahaman, sedangkan hadits  Abu Said  terambil dari ucapan  beliau.  Sehingga tidak sebanding  antara hasil pemahaman   dengan hasil ucapan, maka  hal tersebut dipertegas  dengan  hasil ucapan beliau.  Al Hakim   meriwayatkan  bahwa Ibnu Abbas  RA meralat pendapatnya yang mengatakan bahwa tidak ada riba kecuali pada riba  nasi’ah dan beliau beristighfar dari perkataannya tersebut. [6]
Kata emas  bersifat umum mencakup  semua yang tercetak atau lainnya, begitu juga dengan kata perak dalam sabdanya : “dan janganlah menjual perak yang tidak tampak dengan yang tampak ada”  maksudnya tidak tampak yaitu  sesuatu yang tidak tampak barangnya dalam majlis jual beli, baik secara tunda pembayarannya atau tidak.
KESIMPULAN

Di antara ayat dan hadits ini memiliki kesamaan yang kompleks, keduanya sama-sama  menerangkan  tentang riba atau tidak diperbolehkan  tentang riba,. Hanya saja  pada ayat Al-Qur'an  dijelaskan bahwa orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan), riba, tidak dapat berdiri melainkan  seperti berdirinya orang yang dibingungkan  oleh syetan.  Riba adalah mengambil kelebihan  di atas modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi kebutuhanya secara bahasa  riba berarti menambahi, keadaan yang diterangkan dalam ayat tersebut mereka yang demikian itu karena mereka berkata jual beli tidak lain kecuali sama dengan riba, tetapi jika  di dalam hadits  malah dijelaskan tentang keharaman jual beli emas  dan perak secara berbeda  (tidak sama), baik ada barangnya atau tidak  karena sabda  Rasul kecuali yang sama  sebanding.  Jadi kesimpulannya adalah riba jelas diharamkan  dalam Al-Qur'an  kecuali dengan  syarat-syarat tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hamd, Abdul Qodir Syaihab, Fiqhul Islam, Syarah Bulughul Maram, Jakarta:L Darul Haq, 2007.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Saeed Abdullah, Menyoal Bank Syariah, Jakarta: Paramadina, 2004.
Salim bahrais, tafsir ibnu katsir,vol 1 (surabaya: bina ilmu) 2004
Muhammad bin ismail subulusssalam jilid 2 ja
 


[1]. Qurais shihab, tafsir al-misbah (lentera hati, Jakarta: 2002) hlm . 550
[2] Salim bahrais, tafsir ibnu katsir,vol 1 (surabaya: bina ilmu) 2004 hal 357-450
[3] Qurais shihab, tafsir al-misbah (lentera hati, Jakarta: 2002) hlm 552
[4] Salim bahrais, tafsir ibnu katsir,vol 1 (surabaya: bina ilmu) 2004 hal 540
[5] Muhammad bin ismail subulusssalam jilid 2 jakarta” darus sunah pres 2007 hlm 396
[6] ibid 397

0 comments