PENDAHULUAN
Sejak 1960-an pengharmaan riba (bunga atau rente) telah menjadi salah satu isu yang paling banyak didiskusikan di kalangan muslim. Ini adalah konsekuensi dari baik persepsi bahwa bunga bank adalah riba, maupun karena sifat dominan dari bunga dalam sistem perbankan saat ini. Dua pandangan utama mengenai riba, banyak muslim yang percaya bahwa interpretasi riba seperti yuang terdapat dala fiqh (hukum Islam) adalah interpretasi yang tepat dan karenanya harus diikuti. Interpretasi ini mengandaikan bahwa setiap tambaha yang ditetapkan dalam suatu transaksi pinjaman melebihi dan di atas pinjaman pokok adalah riba. Kelompok kedua ini mengatakan bahwa interpretasi riba dalam literatur fiqh tidak memadi dan tdiak mempertimbangkan tujuan moral dari pengharaman riba seperti yang dijelaskan dalam atau dipahami dari Al-Qur'an dan Sunnah. Pengecaman dna pengharaman final atas riba dalam Al-Qur'an didahului oleh pelarangan sejumlah bentuk perilaku lain yang secara moral tidak dapat diterima terhadap orang-orang yang secara sosial secara moral tidak dapat diterima terhadap orang-orang yang secara sosial dan ekonomi tak beruntung di lingkungan masyarakat Mekah.
Dari problematika tersebut saya akan mencoba membuat makalah dengan tema riba yang akan dipresentasikan.
PEMBAHASAN
QS. Al Baqarah ayat 275
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
A. Tafsir Al –Misbah
Ayat-ayat ini berbicara tentang nafkah atau sedekah dalam berbagai aspeknya. Dalam anjuran bernafkah, tersirat anjuran untuk bekerja dan meraih apa yang dapat dinafkahkan, karena bagaimana mungkin dapat memberi, kalau anda tidak memiliki. Nah, ada cara perolehan harta yang dilarang oleh ayat ini, yaitu yang bertolak belakang degan sedekah, cara tersebut adalah riba. Sedekah adalah pemberian tulus dari yang mampu kepada yang butuh tanpa mengharap imbalan dari mereka Riba adalah mengambil kelebihan di atas modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi kebutuhannya. Para pemakai riba itulah yang dikecam oleh ayat ini, apalagi praktik ini dikenal luas oleh masyarakat Arab. Ayat ini juga dinilai sebagai ayat hukum terakihir, atau ayat terakhir yang diterima oleh Rasulullah. Umar ibn Khattab berkata, bahwa Rasulullah wafat sebelum sampai menafsirkan maknanya, yakni secara tuntas. Orang-orang yang makan, yakni bertransaksi dengan riba, baik dalam bentuk memberi ataupun mengambil tidak dapat berdiri yakni melakukan aktifitas, melainkan seperti berdirinya orang yang dibingungkan oleh setan, sehingga ia tak tahu arah disebabkan oleh sentuhan(nya). Sebenarnya tidak menutup kemungkinan memahaminya sekarang dalam kehidupan dunia. Mereka yang melakukan praktik riba, hidup dalam situasi gelisah, tidak tentram, selalu bingung dan berada dalam ketidakpastian, disebabkan karena pikiran merekja yang tertuju kepada materi dan penambahannya. [1]
B. Tafsir Ibnu Katsir
Sesudah Allah menyebutkan sifat orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan kewajiban zakat di samping bersedekah kepada fakir miskin, dan selalu membantu perjuangan di jalan Allah dengan harta dan tenaganya, yang kesemuanya itu semata-mata karena mengharap ridha Alah, maka dalam ayat ini Allah menceritakan sifat orang yang menyalahgunakan kalimat menolong atau membantu, padahal sebenarnya ia mencari keuntungan bahkan mencekik dan menghisap darah, mereka adalah pemakan riba. Allah menyatakan bahwa mereka yang memakan riba tidak akan dapat berdiri tegak dalam hidupnya di tengah masyarakat, melainkan bagaikan orang yang kesurupan setan, sebab ia tak akan tenang sesudah ia menghisap darah dan kekayaan dengan cara yang sekejam-kejamnya karena sasaranny selalu orang-orang yang membutuhkan bantuan dengan jalan menghutang. [2]
Maknanya : “karena mereka telah menentang hukum Allah dan mengatakan, bahwa jual beli itu sama dengan riba”. Dalam hal ini mereka mempergunakan qiyas yang terbalik dan keliru.
عف الله عمّا سلف
Maknanya : “memaafkan apa yang telah lalu”.
Juga disebutkan dalam sabda Nabi SAW, ketika Fathu Makkah: “Dan setiap riba yang terjadi di masa Jahiliyah terletak di bawah telapak kakiku, dan yang pertama aku hapus ialah riba yang
ومن عاد
Maknanya : “Dan barangsiapa yang mengulangi perbuatan ribanya sesudah mendapat keterangan ini, maka mereka layak menerima siksa Allah. Mereka adalah ahli neraka dan kekal di dalamnya”.
Jabir r.a., menuturkan bahwa ketika ayat 275 ini turun, Nabi saw besabda, “Barang siapa yang tidak menghentikan (meninggalkan) mukharabah, maka hendaknya diberitahu, bahwa ia akan berperang dengan Allah dan Rasul-Nya (HR. Abu DAwud dan Hakim).
C. Analisis
Dari tafsir Al Misbah dijelaskan bahwa orang-orang yang makan yakni bertransaksi dengan riba, baik dalam bentuk memberi ataupun mengambil, tidak dapat berdiri, yakni melakukan aktifitas melainkan seperti berdirinya melainkan orang yang dibingungkan oleh setan sehingga ia tak tau arah disebabkan oleh sentuhannya, mereka yang melakukan praktik riba hidup dalam situasi gelisah, tak tentram, selalu bingung dan berada dalam ketidakpastain, disebabkan karena fikiran mereka yang tertuju kepada materi dan penambahannya. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sedemikian pesat, tetapi lihat juga kehidupan masyarakat, lebih-lebih yang mempraktekkan riba, di sana mereka hidup dalam kegelisahan, tidak tahu arah bahkan aktifitas yang tidak rasional mereka lakukan. Banyak orang lebih-lebih yang melakukan praktik riba, menjadikan hdiupnya hanya untuk mengumpulkan materi dan saat itu mereka hidup tak mengenal arah.[3]
Sedangkan dari tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa mereka yang memakan riba tak dapat berdiri tegak dalam hidupnya di tengah masyarakat, melainkan bagaikan orang yang kesurupan setan, sebab ia tak akan tenang sesudah ia menghisap darah dan kekayaan dengan cara yang sekejam-kejamnya karena sasarannya orang-orang yang membutuhkan bantuan dengan jalan menghutang, diperkuat dengan hadits riwayat Ibnu Abbas ra berkata, “pemakan riba (rentenir) akan dibangkitkan di hari kiamat bagaikan orang gila yang tercekik” kelak di hari kiamat akan dikatakan kepada pemakan riba “angkatlah senjatamu untuk berperang dan urusan riba ini termasuk perkara sulit bagi kebanyakan ahli ilmu, sehingga Umar bin Khattab ra berkata ada tiga hal yang aku inginkan, andaikan Rasululah memberi kepada kami pedoman untuk menjadi pegangan yaitu hak waris nenek (datuk) dan kalahkan serta beberapa masalah riba dan yang mirip dengan riba atau dapat menyebabkan riba. [4]
D. Hadits Tentang Riba
وعن أبي سعيد الخدريّ رضي الله عنه أنّ رسول الله ص.م. قال : لاتبيعوا الذّهب بالذّهب إلاّ مثلا بمثل، ولا تشفّوا بعضها على بعض، ولا تبيعوا الورق بالورق إلاّ مثلا بمثل، ولا تشفّوا بعضها على بعض ، ولا تبيعوا منها غائبا بنا جز. متّفق عليه
“Dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallohu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda “janganlah menjual emas dengan emas kecuali yang sama sebanding dan jangan menambah sebagian atas yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali yang sama sebanding dan jangan menambah sebagian atas yang lain, dan janganlah menjual perak yang tidak tampak denagn yang tampak ada” (Muttafaq Alaih ). [5]
E. Takhrij Hadits
Hadis ini adalah hadis Shaih, diriwayatkan oleh/perawinya adalah :
- Rawi 1 Nabi Muhammad SAW
- Rawi 2 Abu Syangid Al-Khudiri
- Rawi 3 Nafi
- Rawi 4 Malik
- Rawi 5 Yahya bin Yahya
- Rawi 6 Muslim
F. Tafsir dari Hadits Di atas Tentang Riba
Penjelasan Kalimat
“Dari Abu Said Al-Khudri Radhiyallohu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda “janganlah menjual emas dengan emas kecuali yang sama sebanding dan jangan menambah (yakni melebihkan) sebagian atas yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali yang sama sebanding dan jangan menambah sebagian atas yang lain, dan janganlah menjual perak yang tidak tampak denagn yang tampak ada (yakni yang tidak ada barangnya)”
Tafsir Hadits
Hadits tersebut sebagai dalil keharaman jual beli emas dengan emas dan perak dengan perak secara berbeda (tidak sama), baik ada barangnya atau tidak karena sabda beliau kecuali yang sama sebanding dikecualikan dari keumuman kondisinya, seakan beliau mengatakan, jangan kalian menjual bagaimanapun kondisinya kecuali dengan yang sebanding, yakni sama kadarnya. Beliau mempertegas lagi dengan mengatakan “jangan menambahkan”. Dari faedah hadits tersebut sebagian besar ulamal sahabat, tabi’in dan para fuqaha mengatakan : diharamkan melebihkan kadar pada hal-hal yang disebutkan, baik ketika barangnya nampak ataupun tidak nampak.
Ibnu Abbas dan sekelompok sahabat berpendapat bahwa riba tidak diharamkan kecuali dengan pembayaran yang tertunda (nasi’ah) dengan argumentasi hadits shahih.
لا رباإلاّ في النّيئة
“Tidak ada riba kecuali pada hal yang pembayarannya tertunda (nasi’ahi).
Jumhur menjawab, bahwa hal tersebut maksudnya tidak ada riba yang lebih berat kecuali pada riba nasi’ah, dengan menafikan kesempurnaan bukan meniadakan pokok riba. Hadits di atas diambil dari kefahaman, sedangkan hadits Abu Said terambil dari ucapan beliau. Sehingga tidak sebanding antara hasil pemahaman dengan hasil ucapan, maka hal tersebut dipertegas dengan hasil ucapan beliau. Al Hakim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas RA meralat pendapatnya yang mengatakan bahwa tidak ada riba kecuali pada riba nasi’ah dan beliau beristighfar dari perkataannya tersebut. [6]
Kata emas bersifat umum mencakup semua yang tercetak atau lainnya, begitu juga dengan kata perak dalam sabdanya : “dan janganlah menjual perak yang tidak tampak dengan yang tampak ada” maksudnya tidak tampak yaitu sesuatu yang tidak tampak barangnya dalam majlis jual beli, baik secara tunda pembayarannya atau tidak.
KESIMPULAN
Di antara ayat dan hadits ini memiliki kesamaan yang kompleks, keduanya sama-sama menerangkan tentang riba atau tidak diperbolehkan tentang riba,. Hanya saja pada ayat Al-Qur'an dijelaskan bahwa orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan), riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang dibingungkan oleh syetan. Riba adalah mengambil kelebihan di atas modal dari yang butuh dengan mengeksploitasi kebutuhanya secara bahasa riba berarti menambahi, keadaan yang diterangkan dalam ayat tersebut mereka yang demikian itu karena mereka berkata jual beli tidak lain kecuali sama dengan riba, tetapi jika di dalam hadits malah dijelaskan tentang keharaman jual beli emas dan perak secara berbeda (tidak sama), baik ada barangnya atau tidak karena sabda Rasul kecuali yang sama sebanding. Jadi kesimpulannya adalah riba jelas diharamkan dalam Al-Qur'an kecuali dengan syarat-syarat tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hamd, Abdul Qodir Syaihab, Fiqhul Islam, Syarah Bulughul Maram, Jakarta:L Darul Haq, 2007.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Saeed Abdullah, Menyoal Bank Syariah, Jakarta: Paramadina, 2004.
Salim bahrais, tafsir ibnu katsir,vol 1 (surabaya: bina ilmu) 2004
Muhammad bin ismail subulusssalam jilid 2 ja
[1]. Qurais shihab, tafsir al-misbah (lentera hati, Jakarta: 2002) hlm . 550
[2] Salim bahrais, tafsir ibnu katsir,vol 1 (surabaya: bina ilmu) 2004 hal 357-450
[3] Qurais shihab, tafsir al-misbah (lentera hati, Jakarta: 2002) hlm 552
[4] Salim bahrais, tafsir ibnu katsir,vol 1 (surabaya: bina ilmu) 2004 hal 540
[5] Muhammad bin ismail subulusssalam jilid 2 jakarta” darus sunah pres 2007 hlm 396
[6] ibid 397
0 comments
Posting Komentar