Paksa Klik Iklan Pada Blogger UNTUK MENUTUP IKLAN

01/12/10


PEMBIAYAAN MUSYAROKAH DALAM PERBANKAN ISLAM


PENDAHULUAN

            Musyarokah yang dideskripsikan oleh Internasional Islamic Bank for Investment and Development sebagai  “metode pembiayaan terbaik dalam bank islam” adalah suatu metode yang didasarkan pada keikutsertaan bank dan pencari pembiayaan (mitra potensial) untuk suatu proyek tertentu, dan akhirnya, keikutsertaan dalam menghasilkan laba atau rugi.[1]
            Musyarokah dalam perbankan islam telah dipahami sebagai suatu suatu mekanisme yang dapat menyatukan kerja dan modal untuk produksi barang dan jasa yang bermanfaat untuk masyarakat.
            Bagi bank-bank islam, musyarokah dapat digunakan untuk tujuan dagang murni yang lazimnya berjangka pendek, atau untuk keikutsertaan dalam investasi proyek-proyek jangka menengah hingga jangka panjang.
            Dalam makalah ini, kami tidak membahas tentang pembiayaan musyarokah dalam perbankan islam secara terperinci seperti disebutkan di atas. Namun hanya akan membahas tentang pengertian, mekanisme,dan beberapa hal yang masih terkait dengan mekanisme pembaiayaan musyarokah itu sendiri.

A.    Pengertian  Musyarokah
Musyarokah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.[2]
Sedangkan menurut  bahasa berarti “al ikhtilath”. Artinya campur atau percampuran.
Menurut istilah :
1.      sayid sabiq
“akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal dari keuntungan)
2.      Al-syarbini Al kitab



Ketetapan hak pada waktu untuk dua orang / lebih dengan cara masyhur (diketahui)
3.      Syihab Al din Al Qalyubi wa umaira
penetapan hak pada suatu bagi dua orang atau lebih [3]

B.  Mekanisme Pembiayaan Musyarokah dalam Perbankan Islam
       1. Pengakuan dan Pengukuran Awal Pembiayaan Musyarokah
            Dalam PSAK tentang Akuntansi Perbankan Syariah, dijelaskan pengakuan dan pengukuran pembiayaan musyarokah sebagai berikut :
       a.  Pembiayaan musyarokah diakui pada saat pembayaran tunai atau penyerahan aktiva non kas kepada mitra musyarokah.
       b.  Pengukuran pembiayaan musyarokah adalah sebagai berikut :
            1. Pembiayaan musyarokah dalam bentuk :
               - kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan
               - aktiva non-kas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non-kas, maka selisih tersebut diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada saat penyerahan.
             2. Biaya yang terjadi akibat akad musyarokah (misalnya biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarokah kecuali ada persetujuan seluruh mitra musyarokah.[4]
       2. Aturan-aturan dan ketentuan dalam Musyarokah           
             Dewan  Syariah Nasional menetapkan aturan tentang pembiayaan musyarokah sebagai mana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 08/DSN-MUI/1V/2000 tertanggal 13 April 2000 (Himpunan Fatwa,Edisi kedua, hlm 55-56) sebagai berikut :
1. Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad) dengan memperhatikan hal-hal berikut :
       a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukan tujuan kontrak (akad).
       b. Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak
       c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum dan memperhatikan hal-hal berikut :
       a. Kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan
       b. Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan tugasnya sebagai wakil
3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan, dan kerugian)
       a. Modal
           1)   Modal yang diberikan idealnya harus berupa uang, bukannya barang. Jika dalam bentuk barang, maka nilai moneternya harus dihitung.
           2) Para pihak tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan, atau menghadiahkan modal Musyarokah kepada pihak lain kecuali atas dasar kesepakatan.
       b. Kerja
       c. Keuntungan
           1) Keuntungan harus dikuantisifikasikan dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu  alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarokah.
           2)  Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi para mitra.

4. Biaya Operasional dan Persengketaan. Dalam hal ini, Biaya operasional dibebankan pada modal bersama.[5]
           Norhasimah Mohd Yasin telah menyimpulkan beberapa ketentuan Musyarokah, sebagai berikut :
a.    Musyarokah dapat dilakukan untuk transaksi umum / khusus dalam jangka waktu tertentu, yang bisa diperpanjang jika para mitra setuju.
b.   Semua mitra harus menerima informasi berkala mengenai operasi bisnis dan pembiayaanya.
c.    Para mitra harus melakukan kesepakatan terlebih dahulu sebelum memasuki suatu perjanjian musyarokah baru dengan yang lain.
d.   Proporsi keuntungan yang akan dibagikan harus disepakati pada saat membuat perjanjian
e.    Rasio penggunaan kerugian bersama harus benar-benar sesuai dengan proporsi investasi.
f.    Perjanjian musyarokah berakhir apabila meninggal atau ada pembritahuan.[6]

       3. Pelaksanaan Musyarokah
            Musyarokah dilaksanakan dan diatur dengan kontrak yang menyatakan secara terperinci mengenai aturan-aturan yang menunjukan sifat pembatasan, terhadap si mitra dalam menjalankan Musyarokah yang digambarkan sebagai berikut :
-          Mitra harus menyimpan barang-barang Musyarokah dibawah pengawasan bersama dan tidak boleh ada satu barang pun di jual sebelum harga jual dimasukan ke dalam catatan Musyarokah.
-          Si mitra mengolah Musyarokah dan menjual barang-barang pada waktu tertentu yang diinginkan secara tunai dan dengan harga yang telah di sepakati oleh ke dua pihak, sesuai dengan kontrak.
-          Si mitra tidak boleh menjual barang dengan harga yang lebih rendah dari pada yang telah di sepakati, kecuali ada ijin tertulis dari bank.jika si mitra menjual dengan harga yang lebih rensah, maka ia harus mangganti uang selisihnya untuk pihak bank.
-          Si mitra harus menyimpan pembukuan yang terpisah dan layak bagi Musyarokah dengan dokuman yang sah secara hukum.
-          Bank memiliki hak untuk melakukan inventarisasi barang kapanpun tanpa ada keberatan dari nasabah, dan mengecek akuntansi nasabah kapan saja.
-          Si mitra harus selalu menjaga barang Musyarokah, dan tidak boleh mencampurkan asset pribadinya dengan barang Musyarokah tersebut, dan ia pun tidak boleh memberikan asset pribadinya sebagai jaminan bagi pihak ketiga tanpa ada ijin dari pihak bank.[7]  
      
        4. Pembagian Laba dan Rugi
           Pembagian laba pada umumnya tergantung pada peran si mitra dan modal yang di keluarkan oleh mitra dan bank.
           Permintaan pembiayaan musyarokah (untuk tujuan dagang) di International Islamic Bank for Investment and Development menawarkan pembagian laba sebelum dipotong pajak sebagai berikut :
-          Sekian persen untuk si mitra atas kerjanya dalam menjual, membeli, menyimpan, dan penagihan hutang yang berkaitan dengan musyarokah.
-          Sekian persen untuk Bank atas pengawasan dan manajemennya
-          Sekian persen bagi modal yang diberikan oleh masing-masing pihak
            Dalam presentase pembagian laba, Jordan Islamic Bank tidak dinyatakan sekian persen pun untuk managemen. Ia hanya menyatakan bahwa laba bersih akan dibagi antara bank dan mitranya, sesuai dengan kesepakatan atas rasio dalam kontrak musyarokah.
            Sedangkan Banque Misr (cabang-cabang Syariah) dalam kontrak musyarokah-nya menyatakan bahwa laba bersih akan dibagikan sebagai berikut :
-          sekian persen untuk bank atas layanan perbankannya
-          sekian persen untuk si mitra atas pemasaran dan manajemennya
-          sekian persen dari saldo akan dialokasikannya untuk bank dan mitranya
            Sedangkan jika ada kerugian di akhir musyarokah, yang tidak diakibatkan oleh salah urus atau salah guna atau pelanggaran terhadap klausal kontrak oleh si mitra, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua pihak menurut proporsi modal yang mereka berikan. Namun, dalam kasus kerugian yang diakibatkan oleh salah guna atau salah urus dan pelanggaran klausal kontrak oleh si nasabah, maka nasabah sendirilah yang bertanggung jawab atas kerugian.[8]
            Pembagian laba dan rugi menurut kelompok kami, yaitu lebih baik diambilkan dari laba bersih. Karena akan lebih memudahkan dalam perhitungannya dengan ketentuan kedua belah pihak harus sama-sama mengetahui seluruh pengeluaran. Adapun jika ada pendapat lain yang memilih untuk diambilkan dari laba sebelum pajak atau laba kotor dapat ditolerir karena dimungkinkan bagi hasil yang diterima dalam laba bersih sangat kecil dan kita kembalikan pada maslahah mursalah.
C. Analisis SWOT
Strength
Kelebihan dalam akad musyarakah adalah sebagai berikut
1) Musyarakah lebih mudah dalam praktek di lapangan.
2) Musyarakah banyak dipakai karena merupakan metode pembiayaan yang terbaik.

Weekness
Resiko yang terdapat dalam musyarakah terutama pada penerapannya dalam pembiayaan relative tinggi, yaitu sebagai berikut :
1) Side Streaming, yaitu nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut dalam kontrak.
2) Lalai dan kesalahan yang disengaja
3) Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabah tidak jujur.

Oportunity
1) Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan nasabah meningkat.
2) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah pendanaan tetap kepada nasabah tetapi disesuaikan dengan pendapatan atau hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.

Treat
Mudah terjadi penipuan.

D. Penutup
 Musyarokah  merupakan  metode pembiayaan terbaik dalam perbankan islam seperti apa yang dideskripsikan oleh International Islamic Bank for Investment and Development. Musyarokah itu sendiri yaitu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan
 Dalam pelaksanaannya, dua belah pihak tersebut harus saling bekerja sama dengan ketentuan-ketentuan yang telah disepakati sebelumnya berdasarkan prinsip-prinsip syariah agar tujuan utama mereka bisa tercapai dengan maksima Meskipun dalam pelaksanaan musyarokah tersebut kemampuan dan karakter masing-masing pihak berbada, akan tetapi tidak di harapkan jika salah satu dari mereka menyalahgunakannya sehingga ada salah satu pihak merasa dirugikan dari kegiatan musyarokah tersebut.
            Segi penting dari model pembiayaan musyarokah  adalah kebulatan tekad bersama untuk menanamkan investasi nasabah dalam bisnis, dan pada gilirannya mengatur rasio yang digunakan untuk mengalokasikan keuntungan dan kerugian antara nasabah dan institusi keuangan tersebut.
Daftar Pustaka

            Muhammad  Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, Jakarta : Gema                                        Insani Press, 2002.
            Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : Raja Grafindo, 2007.
            Sofyan S Harahap dkk, Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta : LPFE, 2007.
            Latifa M Algaoud, Mervyn K Lewis, Perbankan Syariah, Jakarta : PT Serambi Ilmu                                  Semesta, 2001.
            Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, Jakarta : Paramadina, 2004


[1] Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah.(Jakarta : Paramadina.2004) hlm.93
[2] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek (Jakarta, Gema Insani Press, 2002), hlm 90.
[3] Hendi Suhendi, fiqh Muamalah, (Jakarta,: PT Raja Grafindo, 2007), hlm 4.
[4] Sofyan S harahap, wiroso, M.Yusuf, Akuntansi Perbankan Syariah (Jakarta, LPFE, 2007), hlm 320-321.
[5] Sofyan S harahap,…hlm 314-316.
[6] Mervyn Lewis dan Lativa Algaoud, Perbankan Islam (Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2001) hlm 79.
[7] Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, (Jakarta : Paramadina, 2004) hlm 97-98.
[8] Abdullah Saeed,…101-102.