Paksa Klik Iklan Pada Blogger UNTUK MENUTUP IKLAN

29/06/11

MAKALAH HADITS SHAHIH DAN HADITS HASAN

PENDAHULUAN

Dalam agama islam,hadits merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an. Tanpa menggunakan hadits,syariat islam tidak dapat dipahami secara menyeluruh dan tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Ilmu hadits sangat diperlukan untuk mempermudah memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan sabda Nabi. Karena dalam ilmu hadits banyak menjelaskan ayat-ayat tentang sejarah hadits,perjalanan hadits,macam-macam hadits,syarat-syarat rawi serta menjelaskan tentang runtunan peristiwa,sebab turunnya ayat dan hadits secara benar.
Dalam konteks keilmuan islam,ilmu hadits mempunyai peranan yang penting karena kedudukan dan fungsinya sebagai sumber hukum islam.
Hadits shahih merupakan salah satu contoh hadits yang dapat diterima dan dijamin kebenarannya serta dijadikan hukum.
Dalam makalah kami ini yang berjudul “Hadits Shahih dan Hadits Hasan” kami akan membahas tentang:
1. Pengertian Hadits Shahih dan Hadits Hasan
2. Syarat-syarat Hadits Shahih dan Hadits Hasan
3. Hukum hadits Shahih dan Hadits Hasan
4. Tingkatan Hadits Shahih
5. Macam-macam Hadits Shahih dan Hasan

PEMBAHASAN

A. Hadits Shahih
1. Pengertian
Hadits shahih adalah hadits yang musnad, yang sanadnya bersambung,diriwayatkan oleh orang yang adil dan dhabit. Hadits yang tidak syad dan tidak pula mengandung ilat(cacat) yang merusak.
Kata shahih menurut bahasa berarti “sehat”. Menurut istilah,Hadits shahih adalah hadits yang muttasil (bersambung sanadnya ) diriwayatkan oleh rawi-rawi yang adil dan dhabit, tidak syadz dan tidak pula mengandung ilat (cacat) yang merusak.
2. Syarat-syarat Shahih
a. Sanadnya bersambung
Sanad dari matan hadits itu rawinya tidak terputus,melainkan bersambung dari awal sampai akhir sanad, semenjak dari Rasulullah,sahabat tabiin,hingga periwat terahir.
Langkah untuk mengetahui bersambung/terputusnya sanad:
1) Mencatat semua periwayat dalam sanad dengan teliti
2) Mempelajari masa hidup masing-masing perawi
3) Mempelajari bentuk terima dan metode pengajaran hadits

b. Adil rawinya
Adil artinya periwayat setia mengamalkan agamanya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Periwayat tidak pernah bohong dan senantiasa menunjukan pribadi yang takwa dan muru’ah(sifat yang menjauhkan diri dari sifat tercela)
Adil dalam meriwayatkan hadits adalah beragama islam,baligh,berakal,tidak fasiq(dusta), tidak berbuat bid’ah,tidak berbuat dosa besar dan beritanya dapat dipercaya.
c. Dhabit
Dhabit adalah periwayat yang mempunyai hafalan yang kuat, cermat,teliti,dan tidak pelupa serta mengetahui ada tidaknya perubahan periwayat.
Dhabit dibagi menjadi 2macam:
1) Dhabit shadi(kuat hafalan) yaitu orang yang kuat dan teguh terhadap hafalan riwayat yang didengarkannyadan mampu menyampaikan riwayat kapan saja.
2) Dhabit kitab(terpelihara tulisannya) yaitu seorang perawi yang mampu memelihara tulisan dalam kitabnya yang sudah di tashih(dicuk kebenarannya)
d. Tidak syadz
Syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang terpercaya dan tidak bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang lebih tinggi tingkat kepercayaannya. Maksudnya informasi yang terkandung di dalamnya tidak bertentangan dengan informasi lain yang dibawa oleh rawi lain yang lebih tinggi tingkat kualitasnya dan tidak bertentangan dengan dalil lain yang lebih kuat.
e. Tidak terdapat illat(cacat)
Illat yaitu suatu cacat yang samar,yang mengakibatkan hadits tidak dapat diterima. Seperti adanya pengelabuhan dengan cara menyambungkan sanad suatu hadits yang sebenarnya tidak bersambung / mengatasnamkan dari nabi,padahal bukan dari nabi.

3. macam-macam Hadits shahih
a) Hadits Shahih li dzatihi(shahih karena dengan sendirinya)
Dikatakan hadits shahih li dzatihi karena telah memenuhi semua persyaratan menjadi hadits shahih. Contohnya:


Telah menceritakan kepada kami(al Bukhary) Abdullah bin yusuf, dia berkata: telah mengabarkan kepada kami Malik, dari Abu al-Zinad dari Al-A’raj dari Abu Hurairah ra,bahwa Rasulullah SAW bersabda: Andaikata kami memberatkan atas umatku,pasti akan aku perintahkan (wajibkan) untuk bersikat gigi setiap hendak melaksanakan sholat.

Urutan sanad:
Rasulullah → Abu Hurairah ra → Al-A’raj → Abu Al Ziyad → Malik

Al Bukhari ← Abdullah bin Yusuf
b) Hadits Shahih li ghairihi (shahih karena ada dukungan dari hadits lain)
Yaitu suatu hadits yang keshahihannya dibantu oleh hadits lain. Pada dasarnya,hadits ini tadak bisa dikatakan sebagai hadits shahih karena tidak memenuhi semua persyaratan hadits shahih. Khususnya persyaratan rawi yang harus sempurna hafalannya. Hanya saja ditemukan hadits lain(shahih) yang sama isinya dengan hadits tersebut yang diriwayatkan oleh rawi lain. Dengan demikian,hadits shahih ini dianggap bias menutup cacat hafalan rawi yang tidak sempurna hafalannya.
Contoh:


Telah menceritakan kepada kami Abu kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami abdah bin sulaiman dari Muhammad bin Amr dari salamah dari Abu Hurairah ra dia berkata, bersabda Rasulullah SAW: Andaikata tidak memberatkan atas umatku, pasti bersikat gigi akan kuwajibkan atasnya setiap hendak melaksanakan sholat.

Hadits ini dikatakan hadits shahih li ghairihi kerena dalam sanadnya ada rawi yang termasuk kategori tidak kuat hafalannya yaitu Muhammad bin Amr,dan hadits ini dibantu oleh perawi lain.

4. Tingkat hadits shahih dilihat dari matan:
1. hadits shahih yang disepakati keshahihannya oleh Al Bukhori dan Muslim (Muttafaqun Alaihi)
2. Hadits yang dishahihkan oleh Al Bukhori saja
3. hadits yang dishahihkan oleh Muslim saja
4. Hadits yang dishahihkan oleh selain Al Bukhori dan Muslim tapi mengikuti syarat Al Bukhori dan Muslim
5. Hadits yang diriwayatkan oleh orang lain, dengan mengikuti syarat-syarat Al Bukhori
6. hadits yang diriwayatkan oleh orang lain, dengan mengikuti syarat-syarat Muslim
7. Hadits yang diriwayatkan oleh ahli hadits selain Al Bukhori dan Muslim.

5. Hukum hadits shahih:
1. Berakibat kepastian hukum. Hal ini jika hadits tersebut terdapat pada shahih Al Bukhori dan Muslim
2. Imperatif diamalkan, menurut Ibnu hajar, wajib mengamalkan setiap hadits yang shahih, meskipun hadits tersebut tidak diriwayatkan oleh Al Bukhori dan Muslim
3. Imperatif untuk menerimannya menurut Al Qosim, wajib menerima hadits shahih walaupun hadits tersebut belum pernah diamalkan
4. hadist shahih tidak membahayakan, menurut Ibnu Qoyyim bahwa hadist shaih walau hanya diriwayatkan oleh seorang sahabat saja itu tidak membahayakan
5. Imperatif segera diamalkan tanpa menunggu sampai adanya dalil yang bertentangan, menurut Syekh Al falanni bahwa mengamalkan hadits tidak harus menunggu dalil yang bertentangan dengan hadits itu,akan tetapi harus segera diamalkan sampai banar-benar diketahui adanya dalil-dalil yang bertentangan
6. Tidak harus diriwayatkan oleh orang banyak, hadits yang shohih tidak pasti diriwayatkan oleh orang banyak
Sebagai dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhori dan Muslim dari Muadz:

Tidak ada seorangpun yang mengucap 2 kalimat syahadat kecuali Alloh mengaharamkannya masuk neraka. Muadz bertanya: wahai Rosululloh apakah tidak sebaiknya hadits ini aku beritahukan kepada orang-orang supaya mereka gembira? Nabi Muhammad SAW menjawab: kalau begitu nanti orang orang akan hanya bertawakal saja. Hadits tersebut baru diceritakan kepada orang-orang oleh muadz menjelang wafatnya karena takut berdosa jika tidak di amalkan.

B. Hadist Hasan
1. Pengertian
Hadist hasan menurut bahasa adalah hadist yang baik / hadist yang bagus. Hadist hasan menurut istilah adalah hadist yang muttasil sanadnya, di riwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit namun kadar kedabitannya di bawah hadist shahih, hadist itu tidak syadz, dan tidak pula terdapat illat.
Didalam Hadist hasan, kecermatan, ketelitian, dan kekuatan hafalannya pas –pasan yang penting periwatannya tidak bohong.
Menurut para ulama, hadist hasan dapat naik derajatnya menjadi shahih karena ada hadist lain yang isinya sama di riwayatkan melalui jalur lain yang lebih tinggi kualitasnya.

2. Syarat – syarat hadist hasan
a. Bersambung sanadnya
b. Rawi – rawinya adil
c. Rawinya dhabit, namun tingkat kedhabitannya di bawah hadist shahih (kurang sempurna)
d. Tidak termasuk hadist syadz
e. Tidak terdapat illat

3. Hukum hadist hasan
Hukum hadist hasan dalam hal fungsinya sebagai hujjah adalah sama seperti hadist shahih, walaupun kualitasnya di bawah hadist shahih, hanya saja jika terjadi pertentangan antara hadist shahih dan hadist hasan maka lebih di utamakan hadist shahih. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari dimensi kesempurnaan kedhabitan rawi – rawi hadist hasan yang tidak seoptimal kesempurnaan kedhabitan rawi – rawi hadist shahih.

4. Macam – macam hadist hasan
a. Hadist hasan li dzatihi
Yaitu hadist hasan dengan sendirinya, di karenakan salah seorang rawi dalam sanadnya ada yang kurang sempurna hafalannya. Hadist hasan li dzatihi merupakan hadist hasan yang tidak mengandung sifat – sifat maqbul yang tinggi yakni hadist yang muttasil sanadnya, di riwayatkan oleh rawi yang adil yang kedhabitannya kurang sempurna namun di kuatkan oleh riwayat yang sepadan / lebih tinggi. Dan di kuatkan oleh riwayat lain jika kedudukan sanadnya lebih rendah.
Contoh Hadist hasan li dzatihi hadist riwayat Ahmad bin Hanbal

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin said, dari Bahaz bin Hakim, telah menceritakan ayahku dari kakeku, bahwa dia pernah bertanya “Wahai Rosulullah SAW, siapakah orang yang paling berhak untuk di pergauli dengan baik? Rosul menjawab “ibumu” kemudian dia bertanya lagi lalu siapa? Rasul menjawab “ibumu”, kemudian dia bertanya lagi lalu siapa? Rasul menjawab “ibumu”, lalu bapakmu, setelah itu saudara dekat dan yang dekat lagi

Dilihat dari sanadnya, hadist ini bersambung tidak ada syadz dan illat. Rawinya adalah Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Sa’id, Bahz bin Hakim, Hakim (ayah Bahaz), dan kakek Bahaz, Rosulullah
- Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Sa’id adalah Imam dalam hadist yang tidak di ragukan lagi oleh ulama hadist
- Bahaz bin Hakim adalah rawi yang tidak kuat hafalanya
- Hakim dan kakek bahaz di nyatakan laisa ba’sun bihi (tidak ada masalah) oleh Al Nasai

b. Hadist hasan li ghairihi
Yaitu hadist hasan yang derajat kehasanannya di peroleh karena adanya bantuan dari luar hadist. Semula hadist ini sebenarnya tidak memenuhi kriteria hadist hasan. Misalnya ada rawi yang kacau hafalannya karena sudah tua tetapi hadist tersebut banyak mempunyai syahid yang sebanding.Tidak semua cacat rawi bias di tutupi dengan adanya rawi lain yang meriwayatkan.
Cacat rawi yang tidak bias di tutupi oleh riwayat lain :
- Rawi yang tidak memiliki pemahaman tentang hadist
- Sering salah dan keliru di kala meriwayatkan
- Rawi keluar dari jalan kebenaran
- Rawi pelaku bid’ah
- Rawi adalah pendusta
- Rawi adalah pemalsu hadist / di tuduh memalsukan hadist
Orang yang tidak bisa di terima riwayatnya ada 7 yaitu :
- Rawinya orang kafir
- Rawinya anak kecil
- Rawinya gila
- Rawinya fasik, selalu berbuat maksiat
- Rawinya pendusta agama walau sudah bertaubat
- Rawinya pelaku bid’ah
- Rawinya memungut upah ketika meriwayatkan hadist
Contoh hadist lighairihi



1) Telah menceritakan kepada kami (al - Turmudziy) ‘Ali bi Hujr, telah menceritakan kepada kami Hafzh bin Gyiyats, dari ‘Ajaj dari ‘Athiyah, dari Ibnu ‘Umar, bahwasanya dia berkata “Aku pernah sholat Dzuhur bersama Rosulullah SAW, dalam safat dua raka’at, dan setelah itu dua raka’at lagi (Sholat sunnah)” Berkata Abu ‘Isa, hadist ini adalah hasan, sungguh hadis ini telah telah di riwaykan juga oleh Ibnu Laila dari ‘Athiyah dan Nafi’ dari Ibnu ‘Umar”
2) Telah menceritakan kepada kami (al-Turmudziy) Muhammad bin 'Ubaid al-Muharibiy, telah memberitakan kepada kami Ali bin Hasyim, dari Ibnu Abi Laila, dari Athiyah dan Nafi, dari Ibnu Umar, bahwasanya dia berkata “, Aku sering sholat bersama Nabi SAW, baik sewaktu berada di tempat empat raka’at, dan setelah itu dua raka’at . Dan pernah juga aku shalat Dzuhur bersama Nabi sewaktu dalam safat, dua raka’at, dan setelah itu dua raka’at. Pernah aku sholat ‘Ashar bersama bersama Nabi sewaktu dalam safat, dua raka’at, dan tak ada shalat sedikitpun setelahnya. pernah juga aku shalat Maghrib sewaktu safar, tiga raka’at, tanpa ada pengurangan baik sewaktu berada di tempat ataupun seaktu safat. Ia merupakan witir siang. Setelah itu shalat dua raka’at.

Rawi – rawi yang terdapat pada sanad tersebut ialah :
o Sanad pertama
- Al- Turmudziy
- Ali bin Hujr
- Hafsah bin Ghiyats
- Hajaj
- Athiyah
- Ibnu Umar
o Sanad kedua
- Al- Turmudziy
- Muhammad bin Ubaid Al Muhariby
- Ali bin Hasyim
- Ibnu Abi Laila
- Athiyah dan Nafi
- Ibnu Umar
Dalam sanad pertama terdapat rawi Hajaj dan Athiyah. Dalam sanad kedua ada juga Athiyah, keduanya diperbincangkan ulama hadits. Hajaj (Ibnu Al-Arthah) adalah rawi yang jujur namun sering keliru dalam meriwayatkan hadits. Athiyah (Ibnu sa’ad bin Junadah Al-Aufiy) adalah rawi yang jujur dan sering juga keliru dalam meriwayatkan hadits dan ia juga pengikut syiah.
Sebenarnya mereka berdua tidak masuk kriteria hadits hasan, namun Al-Turmudziy mengatakan hadits itu hasan, namun karena ada riwayat lain yaitu dating dari jalan Ibnu Abi Laila. Karena didukung pribadi Ibnu Abi Laila akan kemampuan daya ingat hafalannya yang diakui para ulama hadits. Dengan demikian hadits Ibnu Abi Laila bisa menutup kelemahan hadits dahulu itu. Dengan demikian naiklah derajat hadits tersebut menjadi hadits hasan li ghairihi.

PENUTUP

Ulama mengklasifikasikan hadits secara keseluruhan menjadi 3, yaitu hadits shahih, hadits hasan dan hadits dhaif.
Hadits shahih adalah hadits yang musnad, bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, dhabit, tidak syadz dan tidak mengandung illat (cacat).
Hadits shahih dibagi menjadi 2 yaitu:
1. hadits shahih li dzatihi(hadits yang shahih dengan sendirinya).
2. hadits shahih li ghairihi (hadits shahih yang derajat keshahihannnya dibantu oleh riwayat lain).
Adapun syarat-syarat hadits shahih yaitu:
• Bersambung sanadnya
• Dhabith
• Adil perawinya
• Tidak mengandung syadz
• Tidak mengandung illat
Hadits hasan adalah hadits yang muttasil sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, dhabith(tingkat kedhabithannya dibawah hadits shahih) tidak ada syadz dan illat.
Adapun syarat-syarat hadits hasan:
• Muttasil sanadnya
• Perawinya adil
• Tidak ada syadz
• Tidak ada cacat(illat)
• Perawinya dhabit(tingkat kedhabitan masih dibawah hadits shahih)
Hadits hasan dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Hadits hasan li dzatihi
2. Hadits hasan li ghairihi

DAFTAR PUSTAKA

Subhi As shalih, Membahas ilmu-ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1977.
M. Abdurrahman, Pergeseran Pemikiran Hadits, Jakarta: Paramadina, 1999.
M. Alwi Al Maliki, Ilmu Ushul Hadits, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
M. Zuhri, Hadits Nabi, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1997.
M. Dailamy, Ilmu Hadits, Purwokerto: STAIN Press, 2008.