MAKALAH IBNU MISKAWAYH
PENDAHULUAN
A. BIOGRAFI DAN KARYA IBNU MISKAWAIH
Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Yaqub ibn Miskawaih. Ia lahir di kota Ray (Iran) pada 320 H (932) M) dan wafat di Asfahan 9 Safar 421 H (16 Februari 1030 M). Ia belajar sejarah dan filsafat, serta pernah menjadi khazin (pustakawan) Ibn al-‘Abid dimana dia dapat menuntut ilmu dan memperoleh banyak hal positif berkat pergaulannya dengan kaum elit. Setelah itu Ibnu Miskawaih meninggalkan Ray menuju Bagdad dan mengabdi kepada istana Pangeran Buwaihi sebagai bendaharawan dan beberapa jabatan lain. Akhir hidupnya banyak dicurahkannya untuk studi dan menulis.
Ibnu Miskawaih lebih dikenal sebagai filsuf akhlak (etika) walaupun perhatiannya luas meliputi ilmu-ilmu yang lain seperti kedokteran, bahasa, sastra, dan sejarah. Bahkan dalam literatur filsafat Islam, tampaknya hanya Ibnu Miskawaih inilah satu-satunya tokoh filsafat akhlak.
Ibnu Miskawaih meninggalkan banyak karya penting, misalnya tahdzibul akhlaq (kesempurnaan akhlak), tartib as-sa’adah (tentang akhlak dan politik), al-siyar (tentang tingkah laku kehidupan), dan jawidan khirad (koleksi ungkapan bijak)
PERMASALAHAN
Dalam makalah ini, saya akan membahas tentang pemikiran filsafat Ibnu Miskawayh. Permasalahan-permasalahan yang dibahas adalah:
1. filsafat Metafisika
menurut Ibn Maskawaih Tuhan adalah zat yang tidak berjisim, azali, dan pencipta. Tuhan esa dalam segala aspek, tidak terbagi-bagi dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya. Tuhan ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak tergantung pada yang lain sedangkan yang lain membutuhkannya. Tuhan dapat dikenal dengan proposisi negatif karena memakai proposisi positif berarti menyamakan-Nya dengan alam.
2. kenabian
Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa Nabi tidaklah berbeda dengan filsuf dalam hal bahwa kedua-duanya memperoleh kebenaran yang sama. Hanya cara memperolehnya yang berbeda; Nabi memperoleh kebenaran melalui wahyu, jadi dari atas (akal aktif) ke bawah; filsuf memperoleh kebenaran dari bawah ke atas, yaitu dari daya inderawi lalu daya khayal lalu daya pikir sehingga dapat berhubungan dan menangkap hakikat-hakikat kebenaran dari akal aktif. Sumber kebenarannya sama-sama akal aktif.
3. jiwa
Jiwa menurut Ibnu Miskawaih adalah substansi ruhani yang kekal, tidak hancur dengan kematian jasad. Kebahagiaan dan kesengsaraan di akhirat nanti hanya dialami oleh jiwa
4. moral
Moral, etika atau akhlak menurut Ibnu Miskawaih adalah sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Sikap mental terbagi dua, yaitu yang berasal dari watak dan yang berasal dari kebiasan dan latihan. Akhlak yang berasal dari watak jarang menghasilkan akhlak yang terpuji; kebanyakan akhlak yang jelek. Sedangkan latihan dan pembiasaan lebih dapat menghasilkan akhlak yang terpuji. Karena itu Ibnu Miskawaih sangat menekankan pentingnya pendidikan untuk membentuk akhlak yang baik. Dia memberikan perhatian penting pada masa kanak-kanak, yang menurutnya merupakan mata rantai antara jiwa hewan dengan jiwa manusia.
5. sejarah
Sejarah merupakan pencerminan struktur politik dan ekonomi masyarakat pada masa tertentu, atau dengan kata lain merupakan rekaman tentang pasang-surut kebudayaan suatu bangsa. Sejarah tidak hanya mengumpulkan kenyataan-kenyataan yang telah lampau tetapi juga menentukan bentuk yang akan datang
PEMBAHASAN
FILSAFAT Ibnu Miskawaih
Ibnu Miskawaih menggunakan metode eklektik dalam menyusun filsafatnya, yaitu dengan memadukan berbagai pemikiran-pemikiran sebelumnya dari Plato, Aristoteles, Plotinus, dan doktrin Islam. Namun karena inilah mungkin yang membuat filsafatnya kurang orisinal. Dalam bidang-bidang berikut ini tampak bahwa Ibnu Miskawaih hanya mengambil dari pemikiran-pemikiran yang sudah dikembangkan sebelumnya oleh filusuf lain.
Adapun pemikiran-pemikirannya adalah:
1. Metafisika
Menurut Ibnu Miskawaih Tuhan adalah zat yang tidak berjisim, azali, dan pencipta. Tuhan esa dalam segala aspek, tidak terbagi-bagi dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya. Tuhan ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak tergantung pada yang lain sedangkan yang lain membutuhkannya. Tuhan dapat dikenal dengan proposisi negatif karena memakai proposisi positif berarti menyamakan-Nya dengan alam.
Tentang penciptaan yang banyak (alam) oleh yang satu (Tuhan), Ibnu Miskawaih menganut paham emanasi Neo-Platonisme sebagaimana halnya Al-Farabi. Tetapi dalam perumusannya terdapat perbedaan dengan Al-Farabi, yaitu bahwa menurut Ibnu Miskawaih, entitas pertama yang memancar dari Tuhan adalah ‘aql fa’al (akal aktif). Dalam teori Al-Farabi akal aktif ini menempati tahap pemancaran ke sepuluh (akal 10). Akal aktif ini bersifat kekal, sempurna, dan tidak berubah. Dari akal ini timbul jiwa dan dengan perantaraan jiwa timbul planet (al-falak). Pancaran yang terus-menerus dari Tuhan dapat memelihara tatanan di alam ini, menghasilkan materi-materi baru. Sekiranya pancaran Tuhan yang dimaksud berhenti, maka berakhirlah kehidupan dunia ini.
Diambilnya teori emanasi ini dimaksudkan untuk mensucikan ke-esaan Tuhan dari sifat banyak. Ibnu Miskawaih mengatakan, bilamana satu penyebab melahirkan sejumlah efek yang berlainan, maka kemajemukannya kiranya tergantung pada alasan-alasan di bawah ini:
• Penyebab bisa mempunyai bermacam-macam kekuatan.
• Penyebab bisa menggunakan berbagai sarana untuk menghasilkan keanekaragaman efek.
• Penyebab bisa menghasilkan keanekaragaman materi.
Tak satu pun pernyataan di atas berlaku untuk penyebab utama, yaitu Tuhan. Tuhan tidak mungkin dalam zatnya mempunyai bermacam-macam kekuatan yang berlainan. Jika Tuhan menggunakan berbagai sarana, seperti manusia menciptakan kursi dengan berbagai sarana seperti kayu, paku, gergaji, dan sebagainya, maka siapakah yang menciptakan sarana-sarana itu? Jika sarana-sarana itu diciptakan oleh penyebab yang selain Tuhan, berarti ada pluralitas penyebab utama. Pernyataan ketiga pun tidak mungkin bagi Tuhan, karena yang banyak tidak dapat mengalir dari tindak satu agen penyebab. Karena itu pastilah bahwa penyebab utama hanya menciptakan satu entitas yang darinya kemudian tercipta entitas-entitas yang lain. Entitas itulah yang disebut akal aktif.
Ibnu Miskawaih juga mengemukakan teori evolusi makhluk hidup yang secara mendasar sama dengan Ikhwan al-Shafa’. Teori itu terdiri atas empat tahapan:
1. Evolusi mineral; yaitu bentuk kehidupan yang dihuni makhluk-makhluk rendah. Misal batu, air, tanah.
2. Evolusi tumbuhan; yang mula-mula muncul adalah rerumputan spontan, kemudian tanaman, lalu pepohonan tingkat tinggi.
Di antara tumbuhan dan hewan terdapat satu bentuk kehidupan tertentu. yang tidak dapat digolongkan tumbuhan maupun hewan, namun memiliki ciri-ciri tumbuhan dan hewan, yaitu koral, dan euglena.
3. Evolusi hewan; dicirikan antara lain oleh adanya daya gerak dan indera peraba dan pada hewan yang lebih tinggi mulai adanya inteligensi. Hewan paling tinggi adalah kera.
4. Evolusi manusia; ditandai oleh adanya inteligensi dan daya pemahaman.
2. Kenabian
Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa Nabi tidaklah berbeda dengan filsuf dalam hal bahwa kedua-duanya memperoleh kebenaran yang sama. Hanya cara memperolehnya yang berbeda; Nabi memperoleh kebenaran melalui wahyu, jadi dari atas (akal aktif) ke bawah; filsuf memperoleh kebenaran dari bawah ke atas, yaitu dari daya inderawi lalu daya khayal lalu daya pikir sehingga dapat berhubungan dan menangkap hakikat-hakikat kebenaran dari akal aktif. Sumber kebenarannya sama-sama akal aktif.
3. Jiwa
Jiwa menurut Ibnu Miskawaih adalah substansi ruhani yang kekal, tidak hancur dengan kematian jasad. Kebahagiaan dan kesengsaraan di akhirat nanti hanya dialami oleh jiwa. Jiwa bersifat immateri karena itu berbeda dengan jasad yang bersifat materi. Mengenai perbedaan jiwa dengan jasad Ibnu Miskawaih mengemukakan argumen-argumen sebagai berikut:
a. Indera, setelah mempersepsi suatu rangsangan yang kuat selama beberapa waktu, tidak mampu lagi mempersepsi rangsangan yang lebih lemah, sedangkan aksi mental dan kognisi tidak.
b. kita sering memejamkan mata jika sedang merenungkan suatu hal yang musykil. Suatu bukti bahwa indera tidak dibutuhkan waktu itu.
c. mempersepsi rangsangan yang kuat merugikan indera, tetapi intelek bisa berkembang dan menjadi kuat dengan mengetahui ide dan paham-paham umum.
d. kelemahan fisik yang disebabkan usia tua tidak mempengaruhi kekuatan mental.
e. jiwa dapat memahami proposisi-proposisi tertentu yang tidak berkaitan dengan dengan data-data inderawi.
f. ada suatu kekuatan di dalam diri kita yang mengatur organ-organ fisik, membetulkan kesalahan-kesalahan inderawi, dan menyatukan pengetahuan.
Jiwa memiliki tiga daya, yaitu daya berpikir, daya keberanian, dan daya keinginan. Tiga daya itu masing-masing melahirkan sifat kebajikan. Yaitu hikmah, keberanian, dan kesederhanaan. Keselarasan ketiga kebajikan tersebut akan menghasilkan kebajikan keempat, yaitu adil. Hikmah ada tujuh macam; tajam dalam berpikir, cekatan berpikir, jelas dalam pemahaman, kapasitas yang cukup, teliti melihat perbedaan, kuat ingatan, dan mampu mengungkapkan. Keberanian ada sebelas sifat; murah hati, sabar, mulia, teguh, tentram, agung, gagah, keras keinginan, ramah, bersemangat, dan belas kasih. Kesederhanaan ada dua belas; malu, ramah, keadilan, damai, kendali diri, sabar, rela, tenang, saleh, tertib, jujur, dan merdeka.
3. Moral/Etika
Dalam bidang inilah Ibnu Miskawaih banyak disorot dikarenakan langkanya filsuf Islam yang membahas bidang ini. Secara praktek etika sebenarnya sudah berkembang di dunia Islam, terutama karena Islam sendiri sarat berisi ajaran tentang akhlak. Bahkan tujuan diutusnya Nabi Muhammad Saw adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Ibnu Miskawaih mencoba menaikkan taraf kajian etika dari praktis ke teoritis-filosofis, namun dia tidak sepenuhnya meninggalkan aspek praktis.
Moral, etika atau akhlak menurut Ibnu Miskawaih adalah sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Sikap mental terbagi dua, yaitu yang berasal dari watak dan yang berasal dari kebiasan dan latihan. Akhlak yang berasal dari watak jarang menghasilkan akhlak yang terpuji; kebanyakan akhlak yang jelek. Sedangkan latihan dan pembiasaan lebih dapat menghasilkan akhlak yang terpuji. Karena itu Ibnu Miskawaih sangat menekankan pentingnya pendidikan untuk membentuk akhlak yang baik. Dia memberikan perhatian penting pada masa kanak-kanak, yang menurutnya merupakan mata rantai antara jiwa hewan dengan jiwa manusia.
Masalah pokok yang dibicarakan dalam kajian akhlak adalah kebaikan (al-khair), kebahagiaan (al-sa’adah), dan keutamaan (al-fadhilah). Kebaikan adalah suatu keadaan dimana kita sampai kepada batas akhir dan kesempurnaan wujud. Kebaikan ada dua, yaitu kebaikan umum dan kebaikan khusus. Kebaikan umum adalah kebaikan bagi seluruh manusia dalam kedudukannya sebagai manusia, atau dengan kata lain ukuran-ukuran kebaikan yang disepakati oleh seluruh manusia. Kebaikan khusus adalah kebaikan bagi seseorang secara pribadi. Kebaikan yang kedua inilah yang disebut kebahagiaan. Karena itu dapat dikatakan bahwa kebahagiaan itu berbeda-beda bagi tiap orang.
Ada dua pandangan pokok tentang kebahagiaan. Yang pertama diwakili oleh Plato yang mengatakan bahwa hanya jiwalah yang mengalami kebahagiaan. Karena itu selama manusia masih berhubungan dengan badan ia tidak akan memperoleh kebahagiaan. Pandangan kedua dipelopori oleh Aristoteles, yang mengatakan bahwa kebahagiaan dapat dinikmati di dunia walaupun jiwanya masih terkait dengan badan.
Ibnu Miskawah mencoba mengompromikan kedua pandangan yang berlawanan itu. Menurutnya, karena pada diri manusia ada dua unsur, yaitu jiwa dan badan, maka kebahagiaan meliputi keduanya. Hanya kebahagiaan badan lebih rendah tingkatnya dan tidak abadi sifatnya jika dibandingkan dengan kebahagiaan jiwa. Kebahagiaan yang bersifat benda mengandung kepedihan dan penyesalan, serta menghambat perkembangan jiwanya menuju ke hadirat Allah. Kebahagiaan jiwa merupakan kebahagiaan yang sempurna yang mampu mengantar manusia menuju berderajat malaikat.
Tentang keutamaan Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa asas semua keutamaan adalah cinta kepada semua manusia. Tanpa cinta yang demikian, suatu masyarakat tidak mungkin ditegakkan. Ibnu Miskawaih memandang sikap uzlah (memencilkan diri dari masyarakat) sebagai mementingkan diri sendiri. Uzlah tidak dapat mengubah masyarakat menjadi baik walaupun orang yang uzlah itu baik. Karena itu dapat dikatakan bahwa pandangan Ibnu Miskawaih tentang akhlak adalah akhlak manusia dalam konteks masyarakat.
Ibnu Miskawaih juga mengemukakan tentang penyakit-penyakit moral. Di antaranya adalah rasa takut, terutama takut mati, dan rasa sedih. Kedua penyakit itu paling baik jika diobati dengan filsafat.
5. Sejarah
Sejarah merupakan pencerminan struktur politik dan ekonomi masyarakat pada masa tertentu, atau dengan kata lain merupakan rekaman tentang pasang-surut kebudayaan suatu bangsa. Sejarah tidak hanya mengumpulkan kenyataan-kenyataan yang telah lampau tetapi juga menentukan bentuk yang akan datang.
Demikianlah sekadar pengantar kepada pemikiran filsafat Ibnu Miskawaih.
ANALISIS
• Filsafat Metafisika
Saya setuju dengan pendapat Ibn Miskawayh tentang Tuhan adalah zat yang tidak berjisim, azali, dan pencipta. Tuhan esa dalam segala aspek, tidak terbagi-bagi dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya. Tuhan ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak tergantung pada yang lain sedangkan yang lain membutuhkannya. Tuhan dapat dikenal dengan proposisi negatif karena memakai proposisi positif berarti menyamakan-Nya dengan alam. Karena Tuhan adalah Sang pencipta, jadi tidak ada sesuatu pun yang dapat menandinginya. Dalam hal metafisika Ibn Miskawayh juga menganut Neo- Platonisme sebagaimana halnya Al-Farabi. Tetapi dalam perumusannya terdapat perbedaan dengan Al-Farabi, yaitu bahwa menurut Ibnu Miskawaih, entitas pertama yang memancar dari Tuhan adalah ‘aql fa’al (akal aktif).
• Filsafat jiwa
Saya sependapat dengan pendapat Jiwa menurut Ibnu Miskawaih adalah substansi ruhani yang kekal, tidak hancur dengan kematian jasad. Kebahagiaan dan kesengsaraan di akhirat nanti hanya dialami oleh jiwa. Jiwa bersifat immateri karena itu berbeda dengan jasad yang bersifat materi. Jiwa itu berbeda dengan jasad, jasad setelah seseorang meninggal pasti akan hancur, berbeda dengan jiwa manusia, jika manusia mati maka jiwanya akan berpindah kealam lain.
• Filsafat Kenabian
Saya sependapat dengan pandangan Ibnu Miskawaih tentang filsafat kenabian. Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa Nabi tidaklah berbeda dengan filsuf dalam hal bahwa kedua-duanya memperoleh kebenaran yang sama. Hanya cara memperolehnya yang berbeda; Nabi memperoleh kebenaran melalui wahyu, jadi dari atas (akal aktif) ke bawah; filsuf memperoleh kebenaran dari bawah ke atas, yaitu dari daya inderawi lalu daya khayal lalu daya pikir sehingga dapat berhubungan dan menangkap hakikat-hakikat kebenaran dari akal aktif. Nabi itu derajat/tingkatannya lebih tinggi dari filusuf. Nabi memperoleh kebenarannya seutuhnya dari wahyu, sedangkan filusuf memperoleh kebenarannya dari nash Al-Qur’an dan pemikiran logikanya.
• Filsafat Sejarah
Menurut Ibnu Miskawayh, Sejarah merupakan pencerminan struktur politik dan ekonomi masyarakat pada masa tertentu, atau dengan kata lain merupakan rekaman tentang pasang-surut kebudayaan suatu bangsa. Menurut saya sejarah itu bukan hanya mencerminkan struktur politik dan ekonomi saja, namun sejarah itu mencakumcerminan tentang semua aspek kehidupan.
KESIMPULAN
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa filsafat keislaman Ibnu Miskawaih sangatlah bagus dan baik serta tidak menyimpang dari jalur. Tuhan adalah zat yang tidak berjisim, azali, dan pencipta. Tuhan esa dalam segala aspek, tidak terbagi-bagi dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya. Tuhan ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak tergantung pada yang lain sedangkan yang lain membutuhkannya. Tuhan dapat dikenal dengan proposisi negatif karena memakai proposisi positif berarti menyamakan-Nya dengan alam.
• Tentang penciptaan yang banyak (alam) oleh yang satu (Tuhan), Ibnu Miskawaih menganut paham emanasi Neo-Platonisme sebagaimana halnya Al-Farabi. Tetapi dalam perumusannya terdapat perbedaan dengan Al-Farabi, yaitu bahwa menurut Ibnu Miskawaih, entitas pertama yang memancar dari Tuhan adalah ‘aql fa’al (akal aktif). Dalam teori Al-Farabi akal aktif ini menempati tahap pemancaran ke sepuluh (akal 10). Akal aktif ini bersifat kekal, sempurna, dan tidak berubah. Dari akal ini timbul jiwa dan dengan perantaraan jiwa timbul planet (al-falak). Pancaran yang terus-menerus dari Tuhan dapat memelihara tatanan di alam ini, menghasilkan materi-materi baru. Sekiranya pancaran Tuhan yang dimaksud berhenti, maka berakhirlah kehidupan dunia ini.
• sejarah itu bukan hanya mencerminkan struktur politik dan ekonomi saja, namun sejarah itu mencakumcerminan tentang semua aspek kehidupan.
• Moral adalah sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Sikap mental terbagi dua, yaitu yang berasal dari watak dan yang berasal dari kebiasan dan latihan. Akhlak yang berasal dari watak jarang menghasilkan akhlak yang terpuji; kebanyakan akhlak yang jelek. Sedangkan latihan dan pembiasaan lebih dapat menghasilkan akhlak yang terpuji
Daftar Pustaka:
Shubhi, Ahmad Mahmud, Dr., Filsafat Etika, Jakarta: Serambi, 2001.
Nasution, Hasyimsyah, Dr., M.A., Filsafat Islam, Jakarta: GMP, 1999.